This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 23 Desember 2014

Modul Pelatihan Legislasi. Rapat Kerja Di Dinas PU.









Modul Pelatihan Legislasi
















 
                                                                                                                           













Dewan Perwakilan Mahasiswa
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Surabaya
2014
                                                                                           




Disusun Oleh:
Insan Kamil Trainer

Bukoan Pelatihan Legislasi
DPM FBS 2014 – 2015
 









M

Materi                                      : WAWASAN UMUM TENTANG ORMAWA
Durasi                                      : 2 x 60 menit
Standart Kompetensi                : Peserta memahami struktur Ormawa se Unesa beserta peran dan
  fungsi Legislatif.
Kompetensi Dasar                    :
·        Peserta mengingat kembali keormawaan Unesa
·        Peserta mendalami peran kelegislatifan Unesa
Pada dasarnya, Organisasi Mahasiswa adalah sebuah wadah berkumpulnya mahasiswa untuk mencapai tujuan bersama, namun harus tetap sesuai dengan koridor AD/ART yang disetujui oleh semua pengurus organisasi tersebut, serta organisasi mahasiswa yang memiliki kedudukan resmi di lingkungan perguruan tinggi dan mendapat pendanaan kegiatan kemahasiswaan dari pengelola perguruan tinggi dan atau dari Kementerian/Lembaga.
Jika bicara tentang fungsi Ormawa di kampus, secara legitimasi fungsi Organisasi Mahasiswa termaktub dalam pasal 5, Keputusam  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 155 /U/1998, tidak kurang ada tujuh fungsi Organisasi Kemahasiswaan, yakni sebagai; (1) perwakilan mahasiswa tingkat perguruan tinggi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa, menetapkan garis-garis besar program dan kegiatan kemahasiswaan; (2) pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan; (3) komunikasi antar mahasiswa; (4) pengembangan potensi jatidiri mahasiswa sebagai insan akademis, calon ilmuwan dan intelektual yang berguna di masa depan; (5) pengembangan pelatihan keterampilan organisasi, manajemen dan kepemimpinan mahasiswa; (6) pembinaan dan pengembangan kader-kader bangsa yang berpotensi dalam melanjutkan kesinambungan pembangunan nasional; (7) untuk memelihara dan mengembangkan ilmu dan teknologi yang dilandasi oleh norma-norma agama, akademis, etika, moral, dan wawasan kebangsaan.
A.    Majelis Permusyawaratan/Perwakilan Mahasiswa (MPM)
MPM adalah lembaga tertinggi organisasi kemahasiswaan yang berfungsi sebagai forum perwakilan mahasiswa di tingkat universitas, untuk menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa di lingkungan universitas.

B.     Badan Eksekutif Mahasiswa ( B E M )
BEM berfungsi sebagai organisasi pelaksana kegiatan pengembangan kemahasiswaan di tingkat universitas, terutama yang berkaitan dengan pengembangan penalaran dan keilmuan, pengembangan sikap kepemimpinan dan keterampilan manajemen, serta pengembangan pengabdian kepada masyarakat. Disamping itu, BEM juga merupakan koordinator kegiatan pengembangan kemahasiswaan di lingkungan universitas.

C.    Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
UKM berfungsi sebagai wahana dan sarana pengembangan kegiatan ekstra-kurikuler di tingkat universitas, terutama yang berkaitan dengan pengembangan minat, bakat dan kegemaran mahasiswa, serta kesejahteraan mahasiswa.

D.    Dewan Perwakilan Mahasiswa ( D P M )
DPM berfungsi sebagai forum perwakilan mahasiswa di tingkat fakultas, untuk menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa di lingkungan fakultas.

E.     Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEM F)
BEM F berfungsi sebagai organisasi pelaksana kegiatan pengembangan kemahasiswaan di tingkat fakultas, terutama yang berkaitan dengan pengembangan penalaran dan keilmuan, pengembangan sikap kepemimpinan dan keterampilan manajemen, serta pengembangan pengabdian kepada masyarakat dan koordinator kegiatan pengembangan kemahasiswaan di lingkungan fakultas.


F.     Himpunan Mahasiswa Jurusan ( H M J )
HMJ berfungsi sebagai organisasi pelaksana kegiatan pengembangan kemahasiswaan di tingkat jurusan, yang berkaitan dengan pengembangan penalaran dan keilmuan, serta sikap profesi sesuai dengan bidang ilmu dan program studi jurusan.

1.      ORMAWA SEBAGAI MINI ATUR NEGARA
Pemerintahan mahasiswa yang digunakan oleh ormawa sejatinya merupakan miniatur dalam pemerintahan di negara ini. Ormawa dengan pemerintahan mahasiswanya mempunyai ranah sesuai dengan tingkatannya. Tingkatan paling tinggi berada di tataran universitas yang pada pemerintahan sebenarnya disejajarkan dengan tingkat negara. Dibawahnya lagi, terdapat tingkatan fakultas yang sejajar dengan pemerintahan tingkatan propinsi.
Sistem pemerintahan mahasiswa menganut asas demokrasi sebagaimana yang dianut di negara Indonesia. Sesuai dengan UUD’1945 pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik. Arti kata republik ini sudah menunjukkan bahwa terdapat unsur demokrasi. Pengertian demokrasi dalam lingkup mahasiswa bisa juga ditafsirkan sebagai daulat mahasiswa. Tokoh utama dalam keberlangsungan demokrasi tersebut adalah mahasiswa.
Pemerintahan mahasiswa yang demokrasi harus berasal “dari mahasiswa”, “oleh mahasiswa” dan “untuk mahasiswa”. Dimulai dari pemilihan wakil mahasiswa yang akan memangku jabatan dalam ormawa. Pemilihan perwakilan mahasiswa yang dipilih harus berasal dari mahasiswa. Pemilihan perwakilan harus benar-benar didasari atas dukungan seluruh mahasiswa. Tidak boleh ada campur tangan dari pihak lain dalam proses pemilihan yang cenderung akan mengurasi nilai-nilai demokrasi. Sehingga makna “dari mahasiswa” dapat tercapai sebagaimana mestinya.
Keterlibatan mahasiswa dalam berbagai aspek pemerintahan mahasiswa yang demokrasi menjadi perwujudan dari arti “oleh mahasiswa”. Mahasiswa turut berperan aktif dalam pemerintahan mahasiswa di ormawa. Peran aktif yang dimaksud bisa berupa memberikan sumbangsih langsung atau hanya diwujudkan dalam bentuk dukungan saja. Selebihnya, akan dilanjutkan oleh ormawa sebagai fasilitator.
Segala bentuk kebijakan yang diambil harus diwakili oleh mahasiswa yang berada di ormawa. Yang perlu dipegang dalam pengambilan kebijakan adalah mampu mengetahui resiko dari kebijakan tersebut bagi mahasiswa. Apabila terjadi kecerobohan, maka akan dimungkinkan dapat berbenturan dengan asas demokrasi. Dan pada akhirnya akan mendapat banyak pertentangan dengan mahasiswa sebagaimana pada kedaulatannya.
Kebijakan dibentuk secara khusus dengan tujuan agar mampu memfasilitasi mahasiswa. Begitu juga pada berbagai kegiatan yang diselenggarakan. Semua harus  ditujukan untuk mahasiswa tanpa terkecuali. Muara akhirnya adalah bentuk respon dari para mahasiswa. Mahasiswa akan merasa dimudahkan dalam kebijakan yang dibentuk, serta mendapat manfaat dari kegiatan yang diselenggarakan. Dengan melaksanakan asas tersebut, sistem pemerintahan mahasiswa dapat terbentuk menjadi sistem pemerintahan yang demokrasi dan berdaulat.
Penerapan demokrasi yang sebenarnya tidak hanya berlangsung sampai disitu. Hal lain yang harus diperhatikan oleh ormawa adalah kemampuan mereka dalam mengayomi mahasiswanya. Tidak ada jarak dalam berkomunikasi maupun dalam melaksanakan pertemuan. Juga dari segi jabatan dimana tidak terjadi perbedaan hak dan kewajiban antara mahasiswa biasa dengan mahasiswa yang tergabung dalam ormawa. Semua lapisan mahasiswa mendapat perlakuan yang sama ketika ada aspirasi yang ingin disampaikan, dengan prosedur yang telah terbentuk.
Berikut ini adalah Sturktur Republik Mahasiswa Unesa dari hasil MA-U XVI ORMAWA Unesa 2013.
Di rana mahasiswa tingkat fakultas, khususnya di UNESA, DPM berperan sebagai penampung serta penyalur aspirasi mahasiswa, karena dalam DPM terdapat fungsi advokasi, sebagai penyambung lidah mahasiswa ke pihak – pihak yang tersangkutn.
2.      LEMBAGA LEGISLATIF DALAM KAMPUS
Dengan fungsi legislasi, controlling, dan budgeting biasanya Lembaga Legislatif Kampus berisi orang-orang yang merupakan perwakilan masing-masing fakultas karena sangat dibutuhkan penyuara aspirasi mahasiswa disana. Seperti dalam pembuatan UU untuk mahasiswa, sama halnya seperti DPR yang berisi perwakilan namun bedanya di DPR adalah perwakilan partai dengan kepentingan-kepentingannya sendiri. Legislator-legislator (ataupun senator dalam parlemen AS) adalah orang yang memiliki basic diplomasi yang kuat dan juga pemikiran yang konstruktif. Senator kampus sebagai perwakilan mahasiswa adalah mereka yang nantinya akan merumuskan tertatanya sistem kampus dan tersampaikannya suara mahasiswa secara integral ke rektorat. Jika dilihat senator-senator tersebut kerjanya hanya rapat dan sidang, karena memang bukan sebagai Lembaga Eksekutif yang menyusun gerakan dengan proker-proker andalan.
Itu baru fungsi legislasinya, fungsi pengawasannya juga dilakukan harus dengan metode-metode keobjektifan data seperti observasi langsung ataupun riset data hitam putih. Juga budgeting yang harus selalu objektif dalam penilaian untuk pembagian dan distribusi dana. Gambaran yang sangat rumit jika hanya dilihat sekilas saja mengenai lembaga kampus yang paling tertinggi ini. Keberanian Legislatif Kampus akan sangat berpengaruh dalam tatanan kehidupan kampus, (seperti amandemen AD/ART sampai merubah sistem ataupun impeachment Presma apabila terjadi penyimpangan) karena jika Legislatif kampus tidak terdengar sama saja aspirasi mahasiswa tidak disuarakan. Inilah ciri khas yang harus dimiliki Legislatif Kampus. Berani tegas demi perubahan, progresif sebagai penopang, dan pelindung kesewenangan rektorat. Legislatif Kampus bukan hanya pelengkap namun mutlak harus terasa pengaruhnya.
Di dalam kapus Unesa utamanaya, terdapat beberap lembaga legislative dengan rana yang berbeda, saat ini terdapat MPM sebagai lembaga serta forum perwkilan mahasiswa di tingkat Universitas serta DPM yang berfungsi sebagai forum perwakilan mahasiswa di tingkat faklutas.
Fungsi MPM sendiri dari hasil MA-U XVI ORMAWA Unesa 2013 yang terdapat pada BAB III pasal 3 – 6 yakni.
BAB III
MAJELIS PERMUSYAWARATAN MAHASISWA
Pasal 3
1.        Majelis  Permusyawaratan  Mahasiswa  beranggotakan  Dewan  Perwakilan Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya yang dipilih melalui pemilihan umum dengan sistem perwakilan (kuota kursi).
2.        Majelis Permusyawaratan Mahasiswa dipimpin oleh Pimpinan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa dengan sistem kepemimpinan komisioner/kolektif dengan 1 (satu) orang Ketua merangkap anggota dan dibantu oleh sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Wakil Ketua merangkap anggota.
3.        Pimpinan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa dipilih melalui Musyawarah Mahasiswa Universitas pada forum terpisah yang disebut Forum Anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Terpilih.
4.        Anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa dilantik oleh Rektor dan/atau Pembantu / Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan.
5.        Majelis Permusyawaratan  Mahasiswa bersidang sedikitnya sekali dalam satu periode kepengurusan.
6.        Susunan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa diatur dalam Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Mahasiswa.
7.        Jumlah kuota kursi, tata cara pemilihan dan syarat-syarat anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa diatur dalam undang-undang.
Pasal 4
Fungsi dan wewenang
1.        Majelis Permusyawaratan Mahasiswa memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, fungsi pengawasan, fungsi yudikatif, dan fungsi advokasi.
2.        Dalam melaksanakan fungsinya, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa mempunyai hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, mengajukan pertanyaan, serta menyampaikan usul dan pendapat.
3.        Majelis Permusyawaratan Mahasiswa berwenang mengubah dan menetapkan Undang­Undang Dasar yang dilaksanakan melalui Musyawarah Mahasiswa.
4.        Majelis Permusyawaratan Mahasiswa dapat mengusulkan pemberhentian Presiden Mahasiswa dan/atau Wakil Presiden Mahasiswa dalam masa jabatannya bila melanggar Undang­Undang Dasar kepada Pembantu / Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan.
5.        Majelis Permusyawaratan Mahasiswa meminta, mengevaluasi, menilai dan menetapkan Laporan Pertanggungjawaban Presiden Mahasiswa Republik Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya.
6.        Majelis Permusyawaratan Mahasiswa melakukan pengawalan pelaksanaan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Dasar.
7.        Anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat­syarat dan tata caranya diatur dalam tata tertib dan kode etik MPM.
8.        Dalam melaksanakan fungsinya, MPM selaku badan yudikatif mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan sengketa atau permasalahan yang ada di tingkat universitas, fakultas, dan jurusan/program studi dan mempunyai keputusan hukum tetap.
9.        Ketentuan  lebih  lanjut  tentang  hak dan kewajiban serta kepengurusan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa diatur dalam tata tertib Majelis Permusyawaratan Mahasiswa.
Pasal 5
1.        Majelis Permusyawaratan Mahasiswa  memegang  kekuasaan  membentuk  undang­undang.
2.        Anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa baik secara perorangan maupun kelompok berhak mengajukan usul rancangan undang­undang.
3.        Setiap rancangan undang­undang dibahas oleh Majelis Permusyawaratan Mahasiswa dan Presiden Mahasiswa untuk mendapat persetujuan bersama.
4.        Jika rancangan undang­undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang­undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa masa itu.
5.        Presiden Mahasiswa  mengesahkan  rancangan  undang­undang  yang  telah  disetujui bersama untuk menjadi undang­undang.
6.        Dalam hal rancangan undang­undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak  disahkan  oleh  Presiden Mahasiswa  dalam  waktu  14  hari semenjak rancangan undang­undang tersebut disetujui, rancangan undang­undang tersebut sah menjadi undang­undang dan wajib diundangkan.
7.        Segala putusan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa ditetapkan dengan musyawarah mufakat dan/atau suara yang terbanyak.

Pasal 6
1.        Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden Mahasiswa berhak menetapkan Peraturan Organisasi Kemahasiswaan Universitas sebagai pengganti undang­undang.
2.        Peraturan Organisasi Kemahasiswaan Universitas tersebut harus mendapat persetujuan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa dalam persidangan.
3.        Jika  tidak mendapat persetujuan, maka  Peraturan Organisasi Kemahasiswaan Universitas itu harus dicabut
Serta fungsi DPM pada hasil MA-U XVI ORMAWA Unesa 2013 yang terdapat pada BAB X  pasal 26 – 29B yakni.


BAB X
DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS
Pasal 26
1.        Anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas dipilih melalui pemilihan umum.
2.        Anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas dilantik oleh Dekan dan/atau Pembantu / Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
3.        Dewan Perwakilan Mahasiswa merekrut fungsionaris organisasi dari selain anggota untuk membantu kinerja dibidang kerumah-tanggaan, tetapi tidak memiliki hak suara.
4.        Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas bersidang sedikitnya sekali dalam 1 (satu) periode.
5.        Susunan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas diatur dalam Tata Tertib Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas.
6.        Tata cara pemilihan, dan syarat-syarat anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas diatur dalam Peraturan Organisasi Kemahasiswaan Fakultas.
Pasal 27
1.        Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas memegang  kekuasaan  membentuk  Peraturan Organisasi Kemahasiswaan Fakultas.
2.        Setiap rancangan peraturan, dibahas oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas dan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas untuk mendapat persetujuan bersama.
3.        Jika rancangan peraturan itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan peraturan itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Mahasiswa masa itu.
4.        Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas mengesahkan rancangan peraturan yang telah disetujui bersama untuk menjadi peraturan.
5.        Dalam hal rancangan peraturan yang telah disetujui bersama tersebut tidak  disahkan  oleh  Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas  dalam  waktu  14 (empat belas)  hari  semenjak rancangan  peraturan tersebut disetujui, rancangan peraturan tersebut sah menjadi peraturan dan wajib diundangkan.
Pasal 27A
1.        Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
2.        Dalam melaksanakan fungsinya, Dewan Perwakilan Mahasiswa mempunyai hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat.
3.        Ketentuan  lebih  lanjut  tentang  hak dan kewajiban  anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas diatur dalam Tata Tertib Dewan perwakilan Mahasiswa Fakultas.
Pasal 28
Anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas berhak mengajukan usul Rancangan Peraturan Organisasi Kemahasiswaan Fakultas.
Pasal 29
1.        Dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas berhak menetapkan Peraturan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas sebagai pengganti Peraturan Organisasi Kemahasiswaan Fakultas.
2.        Peraturan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas dalam persidangan yang berikut.
3.        Jika  tidak mendapat persetujuan, maka Peraturan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas itu harus dicabut.
Pasal 29A
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan Peraturan Organisasi Kemahasiswaan Fakultas diatur dalam Tata Tertib Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas.
Pasal 29B
Anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat­syarat dan tata caranya diatur dalam Peraturan Perundang-undangan
Dari tupoksi MPM maupun DPM, atau yang biasa disebut sebagai lembaga legislative kampus, mempunyai fungsi yang sangat penting, fungsi lebaga legislative sendiri bahkan dapat mengatikan birokrasi.
4.      REGULASI KE LEGISLATIFAN
Dalam meleksanakan tupoksinya, lembaga legislative tidak pernah jauh dari keresahan atau aspirasi mahasiswa, terutama dalam membuat sebuah peraturan atau undang-undang tersebut
Berikut ini adalah bentuk sebuah proses pengambilan sebuah keputusan untuk di jadikan undang – undang.
Penyusunan Undang-Undang
(Legal Drafting)
 
Pelaksanaan Serta Advoksi
 
Evaluasi
 
Sidang Pleno / Sidang Komisi
(RUU)

 
Sidang Paripurna (UU)
 
Aspirasi Mahasiswa/ Jaring Aspirasi
 










Ini yang disebut sebagai demokrasi kampus, dari mahasiswa, oleh mahasiswa, untuk mahasiswa.



Materi                          : Wawasan Umum Kepemerintahan
Durasi                          : 2 x 60 menit
Standart Kompetensi    : Peserta memahami tentang Fungsi dan wewenang kelegislasian Indonesia.
Kompetensi dasar         :
·        Peserta mengetahui tentang trias politica
·        Peserta mendalami peran kelegislasian di Indonesia

Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda. 

Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif adalah lembaga untuk membuat undang-undang; Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang; dan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang-undang. 

Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut, diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances (saling koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya Trias Politika di tiap negara tidak selamanya serupa, mulus atau tanpa halangan.

Sejarah Trias Politika

Pada masa lalu, bumi dihuni masyarakat pemburu primitif yang biasanya mengidentifikasi diri sebagai suku. Masing-masing suku dipimpin oleh seorang kepala suku yang biasanya didasarkan atas garis keturunan ataupun kekuatan fisik atau nonfisik yang dimiliki. Kepala suku ini memutuskan seluruh perkara yang ada di suku tersebut.

Pada perkembangannya, suku-suku kemudian memiliki sebuah dewan yang diisi oleh para tetua masyarakat. Contoh dari dewan ini yang paling kentara adalah pada dewan-dewan Kota Athena (Yunani). Dewan ini sudah menampakkan 3 kekuasaan Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Bahkan di Romawi Kuno, sudah ada perwakilan daerah yang disebut Senat, lembaga yang mewakili aspirasi daerah-daerah. Kesamaan dengan Indonesia sekarang adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Namun, keberadaan kekuasaan yang terpisah, misalnya di tingkat dewan kota tersebut mengalami pasang surut. Tantangan yang terbesar adalah persaingan dengan kekuasaan monarki atau tirani. Monarki atau Tirani adalah kekuasaan absolut yang berada di tangan satu orang raja. Tidak ada kekuasaan yang terpisah di keduanya.

Pada abad Pertengahan (kira-kira tahun 1000 – 1500 M), kekuasaan politik menjadi persengketaan antara Monarki (raja/ratu), pimpinan gereja, dan kaum bangsawan. Kerap kali Eropa kala itu, dilanda perang saudara akibat sengketa kekuasaan antara tiga kekuatan politik ini.

Sebagai koreksi atas ketidakstabilan politik ini, pada tahun 1500 M mulai muncul semangat baru di kalangan intelektual Eropa untuk mengkaji ulang filsafat politik yang berupa melakukan pemisahan kekuasaan. Tokoh-tokoh seperti John Locke, Montesquieu, Rousseau, Thomas Hobbes, merupakan contoh dari intelektual Eropa yang melakukan kaji ulang seputar bagaimana kekuasaan di suatu negara/kerajaan harus diberlakukan.

Untuk keperluan pelatihan ini, cukup akan diberikan gambaran mengenai 2 pemikiran intelektual Eropa yang berpengaruh atas konsep Trias Politika. Pertama adalah John Locke yang berasal dari Inggris, sementara yang kedua adalah Montesquieu, dari Perancis.

John Locke (1632-1704)

Pemikiran John Locke mengenai Trias Politika ada di dalam Magnum Opus (karya besar) yang ia tulis dan berjudul Two Treatises of Government yang terbit tahun 1690. Dalam karyanya tersebut, Locke menyebut bahwa fitrah dasar manusia adalah “bekerja (mengubah alam dengan keringat sendiri)” dan “memiliki milik (property)." Oleh sebab itu, negara yang baik harus dapat melindungi manusia yang bekerja dan juga melindungi milik setiap orang yang diperoleh berdasarkan hasil pekerjaannya tersebut. Mengapa Locke menulis sedemikian pentingnya masalah kerja ini ?

Dalam masa ketika Locke hidup, milik setiap orang, utamanya bangsawan, berada dalam posisi yang rentan ketika diperhadapkan dengan raja. Kerap kali raja secara sewenang-wenang melakuka akuisisi atas milik para bangsawan dengan dalih beraneka ragam. Sebab itu, kerap kali kalangan bangsawan mengadakan perang dengan raja akibat persengkataan milik ini, misalnya peternakan, tanah, maupun kastil.

Negara ada dengan tujuan utama melindungi milik pribadi dari serangan individu lain, demikian tujuan negara versi Locke. Untuk memenuhi tujuan tersebut, perlu adanya kekuasaan terpisah, kekuasaan yang tidak melulu di tangan seorang raja/ratu. Menurut Locke, kekuasaan yang harus dipisah tersebut adalah Legislatif, Eksekutif dan Federatif.

Kekuasaan Legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang. Hal penting yang harus dibuat di dalam undang-undang adalah bahwa masyarakat ingin menikmati miliknya secara damai. Untuk situasi ‘damai’ tersebut perlu terbit undang-undang yang mengaturnya. Namun, bagi John Locke, masyarakat yang dimaksudkannya bukanlah masyarakat secara umum melainkan kaum bangsawan. Rakyat jelata tidak masuk ke dalam kategori stuktur masyarakat yang dibela olehnya. Perwakilan rakyat versi Locke adalah perwakilan kaum bangsawan untuk berhadapan dengan raja/ratu Inggris.

Eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan amanat undang-undang. Dalam hal ini kekuasaan Eksekutif berada di tangan raja/ratu Inggris. Kaum bangsawan tidak melaksanakan sendiri undang-undang yang mereka buat, melainkan diserahkan ke tangan raja/ratu.

Federatif adalah kekuasaan menjalin hubungan dengan negara-negara atau kerajaan-kerajaan lain. Kekuasaan ini mirip dengan Departemen Luar Negara di masa kini. Kekuasaan ini antara lain untuk membangun liga perang, aliansi politik luar negeri, menyatakan perang dan damai, pengangkatan duta besar, dan sejenisnya. Kekuasaan ini oleh sebab alasan kepraktisan, diserahkan kepada raja/ratu Inggris.

Dari pemikiran politik John Locke dapat ditarik satu simpulan, bahwa dari 3 kekuasaan yang dipisah, 2 berada di tangan raja/ratu dan 1 berada di tangan kaum bangsawan. Pemikiran Locke ini belum sepenuhnya sesuai dengan pengertian Trias Politika di masa kini. Pemikiran Locke kemudian disempurnakan oleh rekan Perancisnya, Montesquieu.

Montesquieu (1689-1755)

Montesquieu (nama aslinya Baron Secondat de Montesquieu) mengajukan pemikiran politiknya setelah membaca karya John Locke. Buah pemikirannya termuat di dalam magnum opusnya, Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1748.

Sehubungan dengan konsep pemisahan kekuasaan, Montesquieu menulis sebagai berikut : “Dalam tiap pemerintahan ada tiga macam kekuasaan: kekuasaan legislatif; kekuasaan eksekutif, mengenai hal-hal yang berkenan dengan dengan hukum antara bangsa; dan kekuasan yudikatif yang mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum sipil. Dengan kekuasaan pertama, penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum yang telah dikeluarkan. Dengan kekuasaan kedua, ia membuat damai atau perang, mengutus atau menerima duta, menetapkan keamanan umum dan mempersiapkan untuk melawan invasi. Dengan kekuasaan ketiga, ia menghukum penjahat, atau memutuskan pertikaian antar individu-individu. Yang akhir ini kita sebut kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif negara.

Dengan demikian, konsep Trias Politika yang banyak diacu oleh negara-negara di dunia saat ini adalah Konsep yang berasal dari pemikir Perancis ini. Namun, konsep Trias Politika ini terus mengalami persaingan dengan konsep-konsep kekuasaan lain semisal Kekuasaan Dinasti (Arab Saudi), Wilayatul Faqih (Iran), Diktatur Proletariat (Korea Utara, Cina, Kuba).

Fungsi-fungsi Kekuasaan Legislatif

Legislatif adalah struktur politik yang fungsinya membuat undang-undang. Di masa kini, lembaga tersebut disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia), House of Representative (Amerika Serikat), ataupun House of Common (Inggris). Lembaga-lembaga ini dipilih melalui mekanisme pemilihan umum yang diadakan secara periodik dan berasal dari partai-partai politik.

Melalui apa yang dapat kami ikhtisarkan dari karya Michael G. Roskin, et.al, termaktub beberapa fungsi dari kekuasaan legislatif sebagai berikut : Lawmaking, Constituency Work, Supervision and Critism Government, Education, dan Representation.

Lawmaking adalah fungsi membuat undang-undang. Di Indonesia, undang-undang yang dikenal adalah Undang-undang Ketenagakerjaan, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang Guru Dosen, Undang-undang Penanaman Modal, dan sebagainya. Undang-undang ini dibuat oleh DPR setelah memperhatikan masukan dari level masyarakat.

Constituency Work adalah fungsi badan legislatif untuk bekerja bagi para pemilihnya. Seorang anggota DPR/legislatif biasanya mewakili antara 100.000 s/d 400.000 orang di Indnesia. Tentu saja, orang yang terpilih tersebut mengemban amanat yang sedemikian besar dari sedemikian banyak orang. Sebab itu, penting bagi seorang anggota DPR untuk melaksanakan amanat, yang harus ia suarakan di setiap kesempatan saat ia bekerja sebagai anggota dewan. Berat bukan ?

Supervision and Criticism Government, berarti fungsi legislatif untuk mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang oleh presiden/perdana menteri, dan segera mengkritiknya jika terjadi ketidaksesuaian. Dalam menjalankan fungsi ini, DPR melakukannya melalui acara dengar pendapat, interpelasi, angket, maupun mengeluarkan mosi kepada presiden/perdana menteri.

Education, adalah fungsi DPR untuk memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Anggota DPR harus memberi contoh bahwa mereka adalah sekadar wakil rakyat yang harus menjaga amanat dari para pemilihnya. Mereka harus selalu memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai bagaimana cara melaksanakan kehidupan bernegara yang baik. Sebab, hampir setiap saat media massa meliput tindak-tanduk mereka, baik melalui layar televisi, surat kabar, ataupun internet.

Representation, merupakan fungsi dari anggota legislatif untuk mewakili pemilih. Seperti telah disebutkan, di Indonesia, seorang anggota dewan dipilih oleh sekitar 300.000 orang pemilih. Nah, ke-300.000 orang tersebut harus ia wakili kepentingannya di dalam konteks negara. Ini didasarkan oleh konsep demokrasi perwakilan. Tidak bisa kita bayangkan jika konsep demokrasi langsung yang diterapkan, gedung DPR akan penuh sesak dengan 300.000 orang yang datang setiap hari ke Senayan. Bisa-bisa hancur gedung itu. Masalah yang muncul adalah, anggota dewan ini masih banyak yang kurang peka terhadap kepentingan para pemilihnya. Ini bisa kita lihat dari masih banyaknya demonstrasi-demonstrasi yang muncul di aneka isu politik.



Materi                                      : Teknik Lobbying
Waktu                                      : 2 x 60 menit
Standart Kompetensi                : Peserta Memahami tentang cara melakukan Lobbying
Kompetensi Dasar                    :
·        Peserta mampu melakukan lobby
·        peserta memahami peran lobby dalam melakukan komunikasi

A.     Pengertian Lobbying
Lobi merupakan bagian dari aktivitas komunikasi. Lingkup komunikasi yang luas menyebabkan aktivitas lobi juga sama luasnya. Lobi ditujukan untuk memperoleh sesuatu yang menjadi tujuan atau target seseorang atau organisasi, dan apa yang dimaksudkan tersebut berada di bawah kontrol atau pengaruh pihak lain (individu maupun lembaga).
B.     Karakteristik Lobbying

1.      Bersifat tidak resmi atau informal dapat dilakukan diluar forum atau perundingan yang secara resmi disepakati.
2.      Bentuk dapat beragam dapat berupa obrolan yang dimulai dengan tegursapa, atau dengan surat.
3.      Waktu dan tempat dapat kapan dan dimana saja sebatas dalam kondisi wajar atau suasana memungkinkan. Waktu yang dipilih  atau dipergunakan  dapat mendukung dan menciptakan suasan yang menyenangkan, sehingga orang dapat bersikap rileks dan.
4.      Pelaku  atau aktor atau pihak yang melakukan lobbying dapat beragam dan siapa saja yakni pihak yang berkepentinga, dan dapat pihak eksekutif atau pemerintahan, pihak legislatif, kalangan bisnis, aktifis LSM, tokoh masyarakat atau ormas, atau pihak lain yang terkait pada objek lobby.
5.      Bila dibutuhkan dapat melibatkan pihak ketiga untuk perantara.
6.      Arah pendekatan dapat bersifat satu arah pihak yang melobi harus aktif mendekati pihak yang dilobi. Pelobi diharapkan tidak bersikap pasif atau menunggu pihak lain sehingga terkesan kurang perhatian.

C.     Strategi Melakukan Lobbying
1.      Kenali objek yang dituju, sehingga mengetahui seluk- beluk objek yang akan dituju.
2.      Persiapan informasi, bahan apa yang akan disampaikan harus dipersiapkan dengan lengkap.
3.      Persiapan diri, segala sesuatu harus dipersiapkan baik mental dan kepercayaan diri agar tidak gugup ketika melakukan lobi.
4.      Berupaya menarik perhatian pendengar, ketika mengirim pesan sehingga mereka menyimak dengan baik pesan yang diterima.
5.      Sajikan pengiriman pesan itu dengan jelas, agar dapat diterima dengan jelas dan dipahami.
6.      Tutup pembicaraan dan lobi dengan memberi kesan yang menyenangkan dan bila ada kelanjutan mereka tetap antusias.
Selain fungsi secara individual, lobi memiliki fungsi organisasional. Dalam hal ini fungsi lobi adalah untuk melindungi kepentingan organisasi yang membuka komunikasi pada pihak pengambilan keputusan.


Menurutnya dalam konteks ini ada 3 jenis lobi :
1.      Lobi tradisional adalah yang menggunakan pelobi untuk mendekati pihak pengambil keputusan.
2.      Lobi akar rumput adalah yang menggunakan masyarakat untuk mempengaruhi pengambilan keputusan.
3.      Lobi political action committee adalah, komite-komite yang dibentuk perusahaan-perusahaan besar agar wakilnya dapat duduk di parlemen atau pemerintah.
D.     Teknik-Teknik Melobi
a.       Pendekatan dalam melobi
1.      Pendekatan Brainstorming
Pendekatan ini menitikberatkan pada asumsi bahwa citra diri tentang diri sendiri dan orang lain diperoleh melalui proses komunikasi yang intensif. Apa yang dibutuhkan, apa yang dikehendaki, apa yang disukai, dan sebagainya muncul akibat interaksi komunikasi. Demikian juga dengan kebutuhan, muncul setelah terjadi pertukaran buah pikiran. Kesadaran adalah hasil dari kesimpulan yang substantif atas informasi yang menerpa terus menerus. Pendekatan ini biasanya digunakan ketika seseorang pelobi belum membawa maksud dan tujuan kecuali menjajaki segala kemungkinan. Lobi jenis ini bersifat eksploratif, sedang pada tahap mencari peluang.
2.      Pendekatan Pengondisian
Berangkat dari asumsi teoritik conditioning, bahwa selera, sikap, pikiran, preferensi, dan sebagainya dapat dibentuk melalui kebiasaan. Pendekatan ini menitikberatkan pada upaya melobi untuk membangun kebiasaan baru. Misalnya, yang semula belum ada kemudian diadakan sebagai wahana komunikasi. Pertemuan antara kedua pihak dilakukan untuk melancarkan komunikasi persuasif yang bertujuan mempengaruhi pihak lain secara perlahan, dilakukan tahap demi tahap sampai pihak lain tidak menyadari dirinya telah berubah. Pendekatan ini membutuhkan kesabaran dan kontinuitas.
3.      Pendetakan Networking
Berangkat dari asumsi bahwa seseorang bertindak seringkali dipengaruhi oleh lingkungannya. Karena itu memahami siapa orang dekat disamping siapa menjadi penting. Lobi dalam konteks ini tujuannya mencari relasi sebanyak-banyaknya terlebih dahulu, dan bukan berorientasi pada hasilnya. Bila networking sudah terjalin dengan baik, satu sama lain sudah terikat oleh nilai-nilai tertentu, barulah lobi dengan tujuan tertentu dilaksanakan.
4.      Pendekatan Transaksional
Berdasar pada pandangan bahwa apapun yang dikorbankan harus ada hasilnya, apapun yang dikeluarkan harus kembali, apapun yang dikerjakan ada ganjarannya. Maka apapun konsekuensi yang mengikuti kegiatan lobi diperhitungkan sebagai investasi. Asusmsi pada pendekatan ini adalah bahwa transaksi merupakan sebuah mekanisme jika memberi maka harus menerima.
5.      Pendekatan Institution Building
Pendekatan melembagakan tujuan gagasan merupakan alternatif yang dapat digunakan disaat sebagian besar orang resistensi terhadap suatu gagasan perubahan. Ketika sekelompok orang bersikap menerima suatu keputusan, maka sebagian besar lainnya akan ikut menerima keputusan tersebut.
6.      Pendekatan Cognitive Problem
Pendekatan ini sebelum sampai pada tujuannya harus melalui beberapa proses, dimulai dengan membangun pemahaman terhadap suatu masalah pada pihak yang dituju, dan mempengaruhi pihak tersebut untuk mengambil keputusan. Pendekatan ini menitikberatkan pada terbentuknya keyakinan, semakin mampu meyakinkan, semakin menemukan sasaran.
7.      Pendekatan Five Breaking
Pendekatan ini banyak digunakan oleh praktisi humas untuk mengalihkan perhatian pada isu yang merugikan dengan menciptakan isu lain. Agar pendekatan ini efektif dan tidak memicu terbentuknya isu lain dengan kecenderungan kearah yang lebih negatif, maka harus dilakukan dengan cara yang lebih halus, dan bukan bergerak berlawanan arah dengan isu utama yang timbul. Namun apabila demikian, maka akan timbul reaksi penolakan dan perlawanan yang lebih besar.
8.      Pendekatan Manipulasi Power
Dalam propaganda dikenal adanya istilah “transfer device”, yaitu cara mempengaruhi orang dengan menghadirkan simbol kekuatan tertentu. Melakukan pendekatan ini harus dipastikan adanya pembuktian untuk menghindari kesan negatif dan hilangnya kepercayaan.
9.      Pendekatan Cost and Benefit
Pendekatan ini dilakukan ketika orang lain menganggap harga yang ditawarkan terlalu tinggi, sementara pihak pelobi tidak mungkin menurunkan angka yang telah ditetapkan. Dibandingkan menunjukkan sikap pertahanan, akan lebih efektif apabila meyakinkan pihak lain dengan menyatakan bahwa angka tersebut adalah sesuai dengan pertimbangan memiliki banyak kelebihan.
10.  Pendekatan Futuristik atau Antisipatif
Pendekatan ini dilakukan manakala mengetahui bahwa klien belum memiliki kebutuhan saat ini, maka harus diberi gambaran beberapa tahun ke depan yang harus diantisipasi.




















Materi                                      : Legal Drafting
Standart Kompetensi                : Peserta mengetahui tata cara melakukan legal drafting
Kompetensi Dasar                    :
·        Peserta mampu menyusun legal drafting
·        Peserta mampu membuat Undang-undang berdasarkan kebutuhan konstituen.
Durasi                                      : 2 x 60 menit

I.       Pengertian Legal Drafting
Secara harfiah Legal drafting berarti Penyusunan/ perancangan Peraturan Perundang-undangan. Dari pendekatan hukum : kegiatan praktek hukum yang menghasilkan peraturan, sebagai contoh; Pemerintah membuat Peraturan Perundang-undangan; Hakim membuat keputusan hukum yang mengikat publik; Swasta membuat ketentuan atau peraturan privat seperti; perjanjian/kontrak, kerjasama dan lainnya yang mengikat pihak-pihak yang melakukan perjanjian atau kontrak.
Legal drafting dipahami bukan sebagai perancangan hukum dalam arti luas, melainkan hukum dalam arti sempit, yakni undang-undang atau perundangundangan. Jadi bukan perancangan hukum seperti perjanjian/kontrak, dll Legal Drafting merupakan konsep dasar tentang penyusunan peraturan perundang-undangan yang berisi tentang naskah akademik hasil kajian ilmiah beserta naskah awal peraturan perundang-undangan yang diusulkan.
S.J. Fockema Andreade, istilah per-UU-an (legislation, wetgeving,
gezetsgebung) bermakna: Dalam arti luas: “Keseluruhan peraturan tertulis yang dibuat oleh lembaga negara yang berwenang (Pusat dan/atau Daerah) yang mengikat dan berlaku secara umum dalam wilayah atau daerah suatu negara tertentu (UU dalam arti materiel)”. Dalam arti sempit: “Peraturan tertulis yang dibuat bersama oleh Pemerintah (Presiden) dan Parlemen (DPR) (UU dalam arti formiel)”.
ü  Perundang-undangan (Legislation, wetgeving, Gesetgebung) mempunyai arti;
o   Proses pembentukan/proses membentuk peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
o   Segala peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
ü  Peraturan Perundang-undangan adalah peratuan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.
ü  Ilmu perundang-undangan adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang cara pembentukan, bentuk, isi atau substansi suatu peraturan perundangundangan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan ciri-ciri peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
a.       Peraturan perundang-undangan berupa tertulis, jadi mempunyai bentuk atau format tertentu.
b.      Dibentuk, ditetapkan dan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Pejabat berwenang yang dimaksud adalah pejabat yang ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik berdasarkan atribusi maupun delegasi.
c.       Peraturan perundang-undangan tersebut berisi aturan pola tingkah laku.
d.      Peraturan perundang-undangan mengikat secara umum, tidak ditujukan kepada seseorang atau individu tertentu (tidak bersifat individual).

II.    Landasan Pembentukan Per-UU-an
1.      Landasan Filosofis (filosofische grondslag)
   Rumusan atau norma-normanya mendapatkan pembenaran (rechtvaardiging) jika dikaji secara filosofis; dan
   Sesuai dengan cita kebenaran (idee der waar-heid), cita keadilan (idee der
gerechtigheid), dan cita kesusilaan (idee der zedelijkheid)
2.      Landasan Sosiologis (Sociologische grondslag) Dikatakan mempunyai landasan sosiologis bila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran masyarakat. Hal ini penting agar UU efektif berlaku dimasyarakat.
3.      Landasan Yuridis (Rechtsgrond ) Mempunyai landasan hukum atau dasar hukum (legalitas) bila terdapat dasar hukum yang lebih tinggi derajatnya.
4.      Konsideran menimbang (grondslag) dikenal juga dengan istilah konsiderans
factual, yang berisikan pertimbangan-pertimbangan dan filosofis dan sosiologis
5.      Konsideran mengingat (rechtgrond) dikenal juga dengan istilah konsiderans yuridis, berisikan dasar-dasar hukum tertinggi dan sederajat yang dipergunakan untuk pijakan legalitas.

Naskah Akademik / Pendahuluan
Kajian mendasar secara ilmiah mengenai per-UU-an yang akan dibentuk. Indikator pembuatan: Seidman: ROCCIPI
         Rule, suatu per-UU-an yg akan dibentuk harus memper-hatikan perUU-an lain baik vertikal maupun horizontal. Konsisten; sinkron dan harmonis.
         Opportunity, faktor lingkungan (eksternal) dari pihak2 yang akan dituju agar per-UU-an yang dibuat efektif pelaksanaannya, diterima dan tidak resistensi.
         Capacity, faktor yg terkait dgn ciri-ciri pelaku (internal) yang mungkin menyebabkan mereka tidak mentaati aturan/per-UU-an yang dibuat.
         Competency, faktor peran yg berwenang untuk mengko-munikasikan per-UU-an kpd pihak yg dituju/sasaran.
         Interest, faktor yg berkaitan dgn pandangan ttg manfaat bagi pelaku, baik pembuat maupun sasaran per-UU-an
         Process, Prosedur bagi pelaku peran untuk memutuskan apakah menyetujui berlakunya sebuah peraturan atau tidak.
         Ideology, faktor yang terkait dengan nilai2, sikap, selera bahkan mitos2 dan asumsi2 tentang dunia, agama, kepercayaan, politik, sosial, dan ekonomi.

III.  Tehnik Pembentukan Legal Drafting
1.      Penamaan (penjudulan)
“Kesingkatan atau gambaran dari keseluruhan isi per-uu-an”. Ditulis singkat, diberi nomor, dan tahun pembuatan.
2.      Pembukaan
o Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
o Presiden Republik Indonesia, Gubernur, Bupati/Walikota
o Konsiderans: Menimbang (grondslag) dan mengingat (rechtgrond)
o Diktum (Menetapkan), klausula yang menimbulkan akibat hukum
3.      Batang Tubuh:
o Ketentuan Umum:
• Pengertian-pengertian atau defenisi-defenisi
• Istilah-istilah dan Singkatan
o Pengaturan Materi yang bersangkutan; diletakkan setelah ketentuan umum, dikelompokkan ke dalam bab berdasarkan pokok persoalan, agar terdapat keteraturan antar pasal, dimulai dari pokok, cabang, dan ranting persoalan
o Ketentuan Pidana; diletakkan setelah materi pokok per-uu-an, berisi ancaman hukuman t’hdp perbuatan yg melanggar ketentuan yang dirumuskan. Ket. Pidana hny dapat diatur di dlm UU dan Perda (Psl 14 UUPPP)
o Ketentuan Peralihan, “ketentuan untuk menyesuaikan penerapan peruu-an terhadap keadaan yang ada pada waktu per-uu-an berlaku”, terdiri atas:
   Tentang bagaimana peralihan keadaan yang ada atau sedang berlangsung ke dalam kekuasaan per-uu-an yang baru;
   Penentuan masa peralihan atau waktu peralihan; dan
   Tentang bagaimana ketentuan per-uu-an lain yang ada hubungannya dengan masalah yang diatur dalam per-uu-an yang baru.
o Ketentuan Penutup:
   Penegasan terhadap tidak berlakunya UU yang lama ketika berlakunya UU yang baru;
   Ketentuan tentang produk per-uu-an untuk pelaksanaan lebih lanjut UU yang bersangkutan;
   Ketentuan mengenai penyingkatan nama dari per-uu-an;
   Ketentuan mengenai saat berlakunya per-uu-an; dan
   Ketentuan mengenai perintah pengundangan
4.      Pengundangan
Pengundangan bertujuan untuk menyebarluaskan per-uu-an agar diketahui masyarakat umum. Dalam hal ini berlaku asas fiksi “setiap orang dianggap mengetahui hukum”. Pengundangan dilakukan oleh Sekneg atau Sekda.
5.      Penjelasan
Setiap per-uu-an umumnya disertai penjelasan (memorie van
toelichting). Tujuannya agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dengan maksud pembentuk dan berfungsi membantu pemakai agar mudah memahami latar belakang, isi, atau maksud dan tujuan dibentuknya per-uu-an tersebut. Catatan : Penjelasan tidak boleh bertentangan dengan isi per-uu-an Materi penjelasan tidak boleh hanya berisikan pengulangan dari isi atau materi per-uu-an yang bersangkutan

Adapun sifat mengikat pasal / batang tubuh adalah karena sifat normatifnya. Dan sifat mengikat penjelasan (memorie vantoelichting) adalah karena sifat interpretative autentic.



IV.   Tahap Legal Drafting
1. Naskah Akademik
2. Pengajuan Rancangan
a. Inisiatif DPR (legislator utama/pokok):
o   Diajukan oleh minimal 10 (sepuluh) anggota kepada Komisi, Gabungan Komisi, atau Baleg secara tertulis.
o   Usulan RUU beserta keterangan pengusul disampaikan kepada pimpinan DPR disertai nama dan tandatangan pengusul serta nama fraksi juga secara tertulis
b. Pemerintah/Presiden (legislator-serta/medewetgever)
3. Pembahasan
a. Pembicaraan Tk. I
o   Pemandangan umum fraksi thd RUU yang berasal dari Pemerintah atau tanggapan Pemerintah terhadap RUU yang berasal dari DPR
o   Jawaban Pemerintah atas pandangan fraksi, atau jawaban pimpinan Komisi, pimpinan Baleg, pimpinan Panggar, atau pimpinan Pansus atas tanggapan pemerintah
o   Pembahasan RUU oleh DPR dan Pemerintah dalam rapat kerja berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)
b. Pembicaraan Tk. II
o   Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna, yang didahului oleh: a) Laporan hasil pembicaraan tingkat I; b) Pendapat akhir fraksi yang disampaikan oleh anggotanya,dan apabila dipandang perlu dapat pula disertai dengan catatan tentang sikap fraksi.
o   Penyampaian sambutan Pemerintah
4. Persetujuan
5. Pengesahan
6. Pengundangan
o   “Diatur dalam undang-undang” # “diatur dengan undang-undang.
o   “Diatur dalam” bermakna dapat diatur dalam UU yang berkaitan dengan hal yang diatur.
o   “Diatur dengan” bermakna pengaturan harus dibuat dalam UU yang khusus mengatur hal tertentu.

V.      Redaksional
1.      Penulisan judul perundang-undangan ditulis dengan huruf kapital (besar), Ex: UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
2.      Penulisan “Menimbang”, “Mengingat” dan “Menetapkan” ditulis sejajar dan diawali dengan huruf “M” besar
3.      Apabila sandaran (grondslag) pada konsideran “Menimbang” lebih dari satu pokok pikiran, maka butir-butirnya ditulis dengan perincian huruf kecil (a,b,c,… dst)
4.      Kata-kata “bahwa” disetiap awal kalimat pada konsiderans “Menimbang” ditulis dengan huruf “b” kecil
5.      Apabila dasar hukum (rechtsgrond) pada konsideran “Mengingat” lebih dari satu dasar hukum, ditulis dengan perincian angka Arab (1, 2, 3, ….dst)
6.      Kalimat yang menyatakan persetujuan bersama “Dewan Perwakilan Rakyat” atau dengan persetujuan bersama “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah” sebelum diktum “MEMUTUSKAN” ditulis ditengah dan sejajar.
7.      Penulisan kata “MEMUTUSKAN” ditulis dengan huruf kapital
8.      Penulisan “BAB” ditulis dengan huruf kapital dan diberi penomoran dengan angka Romawi serta tidak diakhiri dengan tanda baca titik (.)
9.      Penulisan kata “Pasal”, huruf “P” diawal kata “Pasal” ditulis dengan huruf kapital dan diberi penomoran dengan angka Arab serta tidak diakhiri dengan tanda baca titik (.)
10.  Setiap penulisan materi pasal yang tidak mempunyai ayat, penulisan meteri pasal tersebut ditulis menjorok dan diakhiri dengan tanda baca titik (.)
11.  Setiap penulisan angka yang menyatakan ayat dari suatu pasal ditulis dengan memakai tanda kurung ( ) dan diakhiri dengan tanda baca titik (.)
12.  Setiap yang menyatakan ayat dari suatu pasal harus memakai “angka” bukan “huruf”
13.  Setiap ayat yang memerlukan perincian lebih lanjut diakhiri dengan tanda baca titik dua (:)
14.  Perincian dari suatu ayat harus ditutup dengan tanda baca titik koma (;) kecuali perincian yang terakhir, ditutup dengan tanda baca titik (.)

VI.   Pengujian Terhadap Peraturan Perundang-undangan
Hak Uji Materiil oleh Mahkamah Konstitusi (MK) Mengadili pada tingkatpertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD
Hak Uji Materiil oleh Mahkamah Agung (MA) Wewenangi Mahkamah Agung melakukan Pengujian terhadap Peraturan Perundang-Undangan dibawah Undang-Undang / PP, PERPRES, PERDA


Contoh : perancangan undang-undang

Perancangan Undang-Undang
I.    Judul
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NO 1 TAHUN 1974
TENTANG
PERKAWINAN
II.   Pembukaan memuat :
-       Jabatan Pembentuk
-       Konsideran
-       Dasar Hukum
-       Memutuskan
-       Menetapkan
-       Nama Peraturan Perundang-undangan

1.    Pada Pembukaan UU dan Perda sebelum nama jabatan pembentuk peraturan PerUUan dicantumkan frase
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
 yang diletakkan ditengah marjin.
2.    Jabatan Pembentuk Peraturan PerUUan
Ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yg diletakkan ditengah marjin dan diakhiri dengan tanda baca koma (,)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
(jabatan Pembentuk)

3.    Konsideran :
Diawali dengan kata “Menimbang”
Pertimbangan/latar belakang dibuatnya peraturan itu harus tergambar 3 hal, yi :
. pertimbangan filosofis misalnya melindungi bangsa dari kemorosotan moral
. pertimbangan sosiologis--à adanya kebutuhan masyarakat misalnya diperlukan suatu pengadilan Agama yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam menangani sengketa perkawinan.
Jika konsideran memuat lebih satu pokok pikiran, maka tiap-tiap pokok pikiran dirumuskan dalam satu kalimat yang diawali dengan kata “bahwa” dan diakhiri dengan tanda baca titik koma (;) , contoh :
Menimbang : a. bahwa………;
b. bahwa……….;
c. bahwa……….;
dan rumusan pertimbangan terakhir berbunyi sbb.:
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b perlu membentuk Undang-undang tentang…….

Contoh Konsideran Peraturan Pemerintah:
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 39 dan Pasal 40 Undang-unddang No 6 tahun 1982 Tentang Hak Cipta perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Dewan Hak Cipta

4.    Dasar Hukum.
Diawali dengan kata “Mengingat”. Peraturan PerUUan yang dijadikan dasar hukum hanyalah peraturan perUUan yang lebih tinggi atau sama tingkatannya.
Jika jumlah peraturan perUUan yang dijadikan dasar hukum lebih dari satu, urutan pencantumannya perlu memperhatikan tata urutan hirarkhi peraturan perUUan yang diurutkan secara kronologis berdasarkan saat pengeluarannya.
Dasar hukum yang diambil dari UUD 1945 ditulis dengan menyebutkan pasal dan beberapa passal yang terkait, contoh Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
Dasar hukum yang bukan UUD 1945 tidak perlu mencantumkan pasal cukup nama peraturan perundang-undangan, contoh
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 81; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3490)

5.    Memutuskan
Kata “MEMUTUSKAN” ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:) serta diletakkan ditengah marjin. Contoh :

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
6.    Menetapkan
Kata “Menetapkan” dicantumkan sesudah kata “MEMUTUSKAN” yang disejajarkan ke bawah dengan kata “menimbang dan mengingat”. Contoh
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
III.        Batang Tubuh
Memuat semua substansi peraturan perUUan yang dirumuskan dalam pasal-pasal dan dikelompokkan ke dalam materi berikut :
1.    Ketentuan Umum
2.    Materi Pokok yang diatur
3.    Ketentuan Pidana (jika perlu)
4.    Keetentuan Peralihan (jika perlu)
5.    Ketentuan Penutup
6.    Lampiran-lampiran

Dihindari adanya bab “ketentuan lain-lain atau sejenisnya, diupayakan untuk masuk ke dalam bab-bab yang ada.

Ketentuan Umum : Pengertian-pengertian, istilah-istilah yang ada dala peraturan perUUan yang langsung muncul

Bagian penutup UU diakhiri dengan kalimat “agar setiap orang menetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

                                                                                                Disahkan di Jakarta
                                                                                                pada tanggal
                                                                                                PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA



                                                                                                Tanda tangan
                                                                                                NAMA

Diundangkan di Jakarta
 pada tanggal

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
              REPUBLIK INDONESIA



                 Tanda tangan

                 NAMA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN …. NOMOR….

Undang-undang wajib dilengkapi dengan penjelasan,
-       Modus I Umum
-       Modus II Pasal demi pasal
Penjelasan bukan norma, tetapi hanya sebagai penjelasan yang tidak boleh dijadikan acuan



D.     PSK V : Teknik Persidangan
Materi                                      : Teknik Persidangan
Waktu                                      : 2 x 60 Menit
Standart Kompetensi                : Peserta memahami tata cara bersidang yang baik dan benar
Kompetensi Dasar                    :
·        Peserta mampu menyiapkan materi Persidangan
·        Peserta mampu melakukan Persidangan

A.     Pengertian Persidangan
Sidang adalah suatu pertemuan yang bersifat suatu pertemuan yang bersifat formal untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan persidangan adalah suatu formal dimana berjumpanya beberapa orang atau lebih yang membicarakan suatu masalah.
B.     Bentuk bentuk persidangan
Pada dasarnya bentuk dari persidangan terdiri dari Diskusi,Lokakarya, Seminar, Saresehan, Simposium, Konferensi. Adapun pengertian dari Diskusi adalah Bertukar pikiran sejumlah orang untuk membahas suatu masalah secara teratur guna memperoleh nilai-nilai kebenaran masalah.
a.       Lokakarya : Sejumlah orang ahli yang membahas suatu masalah sesuai dengan keahliannya.
b.      Seminar : Merupakan ajang pembicaraan atau masalah yang ditinjau dari berbagai ahli atau disiplin ilmu.
c.       Saresehan : Bertukar pikiran yang biasa dilakukan orang awam yang bersifat sederhana dan tidak ada keputusan tertulis yang berlaku pada masyarakat paguyuban. Simposium : Bentuk bertukar pikiran diantara orang-orang ahli yang bersifat profesional, seperti budayawan, filsafat, seniman, dll.
d.      Konferensi : Bertukar pikiran yang bersifat formal yang dilakukan antar organisasi yang harus menghasilkan suatu keputusan seperti pembentukan pengurus baru dan sebagainya.
C.     Unsur-unsur Persidangan
a.       Tempat/ Ruang
b.      Peserta
c.       Tata Tertib
d.      Sekretaris/ Notulen
e.       Waktu Persidangan
f.        Perlengkapan Persidangan
g.       Pimpinan sidang
h.       Keputusan
D.     Unsur-unsur pelaksana persidangan
a.       Diskusi:
·        Peserta
·        Penceramah
·        Pimpinan sidang/ moderator
·        Notulen
b.      Lokakarya:
·        Peserta para Ahli dalam masalah yang dibahas
·        Pemrasaran
·        Tim pengaruh
c.       Seminar:
·        Pimpinan sidang
·        Notulen
·        Prasaran
·        Tim pembanding
E.      Tugas Pelaksana Persidangan
a.       Pimpinan sidang/Moderator :
·        Sebagai polisi lalulintas pembicaraan atau yang mengatur jalan lalu lintas pembicaraan
·        Menjelaskan tujuan daripada sidang
·        Membuka dan menutup jalannya sidang
·        Merangkum dan membicarakan serta membacakan hasil sidang
b.      Peserta Sidang :
·        Diundang oleh penyelenggara sidang
·        Peserta berbicara pemecahan masalah ( Problem Solving )
c.       Notulen/Sekretaris :
·        Mencatat yang penting dari isi pembicaraan
·         Membuat laporan hasil persidangan
F.      Penggunaan Palu
a.       Ketuk Palu satu kali :
·        Memindahkan pimpinan sidang
·        Skorsing kurang dari 15 menit
·        Putusan point demi point
b.      Ketuk palu dua kali :
·        Menutup acara
·        Skorsing lebih dari 15 menit
c.       Ketuk palu tiga kali :
·        Membuka dan Menutup sidang
·        Memutuskan ketetapan
G.     Syarat-syarat persidangan
a.       Mempunyai jiwa kepemimpinan (LeaderShip)
b.      Mempunyai pengetahuan yang luas
c.       Berpengalaman, bijaksana, dan bertanggung jawab
d.      Memiliki keseimbangan emosi dan sabar
H.     Istilah-istilah dalam memotong pembicaraan
a.       Point of Order                   : Memotong pembicaraan yang menyimpang dari topik
b.      Point of Information          : Memotong pembicaraan untuk memberi informasi
c.       Point of Privilage               : Memotong pembicaraan yang bersifat pribadi
d.      Point of Clarification         : Memotong untuk meluruskan
e.       Scorsing                             : Menghentikan jalannya persidangan
f.        Intrupsi                              : Memotong pembicaraan untuk meluruskan/menyampaikan argumentasi
g.       Lobbying                            : Untuk menyelesaikan maslah secara langsung

Tata Cara Persidangan
A.     Ketentuan Umum
I.                    Sidang merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan.
II.                 Dalam persidangan ada beberapa agenda yang umumnya dilakukan, yaitu:
a.       Sidang Komisi        : Sidang yang membahas rancangan keputusan dan ketetapan.
b.      Sidang Pleno          : Sidang yang menghasilkan keputusan atau ketetapan
B.     Perangkat Persidangan
III.               Perangkat Persidangan, terdiri dari :
a.       Pimpinan sidang
b.      Peserta sidang
c.       Palu sidang
d.      Materi persidangan.
IV.              Pimpinan Sidang
a.      Steering Comite, bertugas untuk :
·        Memimpin Sidang Pleno I
·        Menyiapkan draft ketetapan-ketetapan siding
·        Mengarahkan jalannya persidangan selama sidang berlangsung
b.      Presidium Sidang, bertugas untuk :
·        Memimpin sidang pleno selama sidang setelah ditetapkan sebagai pimpinan sidang oleh Steering comite
·        Menetapkan dan mengesahkan hasil sidang-sidang komisi
c.       Pimpinan sidang pleno, bertugas untuk meimpin sidang komisi
V.                 Peserta Sidang
a.       Peserta Sidang adalah peserta penuh dan peninjau
b.      Peserta Sidang adalah peserta penuh dan peserta peninjau.
c.       Peserta penuh adalah anggota peserta utama
d.      Peserta peninjau adalah peserta selain peserta utama
e.       Peserta penuh memiliki hak suara dan hak bicara
f.        Peserta peninjau hanya memiliki hak bicara
g.       Hak dan kewajiban lain serta sanksi peserta sidang di atur dalam Tata Tertib Sidang yang diputuskan saat persidangan.
VI.              Ketentuan Palu Sidang
a.       Ketukan 1 kali : Mengukuhkan Kesepakatan
b.      Ketukan 2 kali : Menetapkan Keputusan, pertukaran pimpinan sidang, penundaan sidang, pencabutan penundaan sidang
c.       Ketukan 3 kali : untuk membuka dan menutup sidang
d.      Ketukan berkali – kali : untuk menenangkan peserta sidang  atau meminta peserta memperhatikan jalannya sidang.

VII.            Materi Persidangan
a.       Materi Persidangan di siapkan sebelum persidangan
b.      Materi persidangan yang telah disiapkan disepakati oleh peserta penuh dan disesuaikan dengan agenda sidang.

C.     Mekanisme Persidangan
VIII.         Kuorum Sidang
a.       Sidang dianggap kuorum sidang 1/2n + 1 dari jumlah peserta penuh
b.      Skorsing selama 2 x 5 menit untuk menunggu kuorum, setelah itu sidang dianggap sah.
IX.              Mekanisme Pengambilan Keputusan
a.       Pengambilan keputusan sidang dilaksanakan melalui musyawarah untuk mufakat.
b.      Apabila ayat (a) tidak tercapai maka selanjutnya dilakukan lobby dan sidang di skors selama waktu yang ditentukan kemudian.
c.       Apabila musyawarah mufakat tidak tercapai setelah melalui mekanisme lobby maka keputusan diambil melalui voting.
X.                 Mekanisme PK/ Peninjuan kembali
a.       Pengajuan PK/ Peninjauan Kembali dapat dilakukan oleh peserta sidang
b.      PK/ Peninjauan kembali dapat dilakukan jika disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari peserta yang hadir.
XI.              Istilah Dalam Sidang
a.       Skorsing adalah memberhentikan sidang untuk sementara waktu dengan tujuan tertentu seperti istirahat, lobby, penundaan sidang.
b.      PK/Peninjauan kembali adalah mekanisme yang digunakan untuk mengulang kembali pembahasan/ putusan yang telah dikukuhkan.
c.       Interupsi adalah memotong/menyela pembicaraan dikarenakan ada hal-hal yang sangat penting untuk diungkapkan.
d.      Jenis-jenis interupsi sebagai berikut :
·        Point of clarification adalah interupsi untuk menjernihkan/meluruskan permasalahan atau isi pembahasan.
·        Point of view adalah interupsi yang digunakan untuk menyampaikan pendapat, tanggapan, usulan, saran.
·        Point of order adalah interupsi yang digunakan untuk meminta pemimpin sidang meluruskan jalannya sidang apabila keluar dari konteks, atau sidang dianggap janggal.
·        Point of solution adalah interupsi untuk memberikan solusi atas permasalahan yang dibahas.
·        Point of information adalah interupsi untuk memberikan informasi, baik tentang pembicaraan yang tidak sesuai atau informasi yang berkaitan dengan kondisi yang menjadi pokok pembahasan atau hal-hal yang dipandang urgen untuk diinformasikan.
·        Point of privilege (rehabilitation) adalah interupsi yang berfungsi untuk membersihkan nama baik atau kehormatan seseorang/kelompok karena dipandang pembicaraan tersebut menyimpang dari etika atau menyinggung perasaan.
·        Lobby adalah mekanisme komunikasi antar pihak yang berbeda pendapat untuk saling berargumen dan mengambil pendapat.
·        Voting adalah pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak dari peserta penuh.
XII.            Alur Persidangan
a.       Pembukaan sidang oleh steering comite
b.      Pembahasan dan Penetapan tata tertib sidang
c.       Pembahasan dan penetapan Agenda Sidang
d.      Pemilihan dan Penetapan Presidium
e.       Pembahasan materi sidang
f.        Pengambilan keputusan dan penetapan keputusan sidang
g.       Penutupan Sidang oleh Presidium.