Modul
Pelatihan Legislasi
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||
Dewan
Perwakilan Mahasiswa
Fakultas
Bahasa dan Seni
Universitas
Negeri Surabaya
2014
Disusun Oleh:
Insan Kamil
Trainer
Bukoan
Pelatihan Legislasi
DPM
FBS 2014 – 2015

M
Materi :
WAWASAN UMUM TENTANG ORMAWA
Durasi :
2 x 60 menit
Standart Kompetensi : Peserta memahami struktur Ormawa se Unesa beserta
peran dan
fungsi
Legislatif.
Kompetensi Dasar :
·
Peserta
mengingat kembali keormawaan Unesa
·
Peserta
mendalami peran kelegislatifan Unesa
Pada
dasarnya, Organisasi Mahasiswa adalah sebuah wadah berkumpulnya mahasiswa untuk
mencapai tujuan bersama, namun harus tetap sesuai dengan koridor AD/ART yang
disetujui oleh semua pengurus organisasi tersebut, serta organisasi mahasiswa
yang memiliki kedudukan resmi di lingkungan perguruan
tinggi dan mendapat pendanaan kegiatan kemahasiswaan dari pengelola
perguruan tinggi dan atau dari Kementerian/Lembaga.
Jika bicara
tentang fungsi Ormawa di kampus, secara legitimasi fungsi Organisasi Mahasiswa
termaktub dalam pasal 5, Keputusam Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 155 /U/1998, tidak kurang ada tujuh fungsi Organisasi
Kemahasiswaan, yakni sebagai; (1) perwakilan mahasiswa tingkat perguruan tinggi
untuk menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa, menetapkan garis-garis
besar program dan kegiatan kemahasiswaan; (2) pelaksanaan kegiatan
kemahasiswaan; (3) komunikasi antar mahasiswa; (4) pengembangan potensi
jatidiri mahasiswa sebagai insan akademis, calon ilmuwan dan intelektual yang
berguna di masa depan; (5) pengembangan pelatihan keterampilan organisasi,
manajemen dan kepemimpinan mahasiswa; (6) pembinaan dan pengembangan
kader-kader bangsa yang berpotensi dalam melanjutkan kesinambungan pembangunan
nasional; (7) untuk memelihara dan mengembangkan ilmu dan teknologi yang
dilandasi oleh norma-norma agama, akademis, etika, moral, dan wawasan
kebangsaan.
A. Majelis
Permusyawaratan/Perwakilan Mahasiswa (MPM)
MPM adalah lembaga tertinggi organisasi kemahasiswaan yang
berfungsi sebagai forum perwakilan mahasiswa di tingkat universitas, untuk
menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa di lingkungan universitas.
B. Badan
Eksekutif Mahasiswa ( B E M )
BEM berfungsi sebagai organisasi pelaksana kegiatan
pengembangan kemahasiswaan di tingkat universitas, terutama yang berkaitan
dengan pengembangan penalaran dan keilmuan, pengembangan sikap kepemimpinan dan
keterampilan manajemen, serta pengembangan pengabdian kepada masyarakat.
Disamping itu, BEM juga merupakan koordinator kegiatan pengembangan
kemahasiswaan di lingkungan universitas.
C. Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM)
UKM berfungsi sebagai wahana dan sarana pengembangan
kegiatan ekstra-kurikuler di tingkat universitas, terutama yang berkaitan
dengan pengembangan minat, bakat dan kegemaran mahasiswa, serta kesejahteraan
mahasiswa.
D. Dewan
Perwakilan Mahasiswa ( D P M )
DPM berfungsi sebagai forum perwakilan mahasiswa di tingkat
fakultas, untuk menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa di lingkungan
fakultas.
E. Badan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEM F)
BEM F berfungsi sebagai organisasi pelaksana kegiatan
pengembangan kemahasiswaan di tingkat fakultas, terutama yang berkaitan dengan
pengembangan penalaran dan keilmuan, pengembangan sikap kepemimpinan dan keterampilan
manajemen, serta pengembangan pengabdian kepada masyarakat dan koordinator
kegiatan pengembangan kemahasiswaan di lingkungan fakultas.
F. Himpunan
Mahasiswa Jurusan ( H M J )
HMJ berfungsi sebagai organisasi pelaksana kegiatan
pengembangan kemahasiswaan di tingkat jurusan, yang berkaitan dengan
pengembangan penalaran dan keilmuan, serta sikap profesi sesuai dengan bidang
ilmu dan program studi jurusan.
1. ORMAWA SEBAGAI MINI ATUR NEGARA
Pemerintahan mahasiswa yang digunakan oleh ormawa sejatinya
merupakan miniatur dalam pemerintahan di negara ini. Ormawa dengan pemerintahan
mahasiswanya mempunyai ranah sesuai dengan tingkatannya. Tingkatan paling
tinggi berada di tataran universitas yang pada pemerintahan sebenarnya
disejajarkan dengan tingkat negara. Dibawahnya lagi, terdapat tingkatan
fakultas yang sejajar dengan pemerintahan tingkatan propinsi.
Sistem pemerintahan mahasiswa menganut asas demokrasi
sebagaimana yang dianut di negara Indonesia. Sesuai dengan UUD’1945 pasal 1
ayat 1 menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk
republik. Arti kata republik ini sudah menunjukkan bahwa terdapat unsur
demokrasi. Pengertian demokrasi dalam lingkup mahasiswa bisa juga ditafsirkan
sebagai daulat mahasiswa. Tokoh utama dalam keberlangsungan demokrasi tersebut
adalah mahasiswa.
Pemerintahan mahasiswa yang demokrasi harus berasal “dari
mahasiswa”, “oleh mahasiswa” dan “untuk mahasiswa”. Dimulai dari pemilihan
wakil mahasiswa yang akan memangku jabatan dalam ormawa. Pemilihan perwakilan
mahasiswa yang dipilih harus berasal dari mahasiswa. Pemilihan perwakilan harus
benar-benar didasari atas dukungan seluruh mahasiswa. Tidak boleh ada campur
tangan dari pihak lain dalam proses pemilihan yang cenderung akan mengurasi
nilai-nilai demokrasi. Sehingga makna “dari mahasiswa” dapat tercapai
sebagaimana mestinya.
Keterlibatan mahasiswa dalam berbagai aspek pemerintahan
mahasiswa yang demokrasi menjadi perwujudan dari arti “oleh mahasiswa”.
Mahasiswa turut berperan aktif dalam pemerintahan mahasiswa di ormawa. Peran
aktif yang dimaksud bisa berupa memberikan sumbangsih langsung atau hanya
diwujudkan dalam bentuk dukungan saja. Selebihnya, akan dilanjutkan oleh ormawa
sebagai fasilitator.
Segala bentuk kebijakan yang diambil harus diwakili oleh
mahasiswa yang berada di ormawa. Yang perlu dipegang dalam pengambilan
kebijakan adalah mampu mengetahui resiko dari kebijakan tersebut bagi
mahasiswa. Apabila terjadi kecerobohan, maka akan dimungkinkan dapat
berbenturan dengan asas demokrasi. Dan pada akhirnya akan mendapat banyak
pertentangan dengan mahasiswa sebagaimana pada kedaulatannya.
Kebijakan dibentuk secara khusus dengan tujuan agar mampu
memfasilitasi mahasiswa. Begitu juga pada berbagai kegiatan yang
diselenggarakan. Semua harus ditujukan untuk mahasiswa tanpa terkecuali.
Muara akhirnya adalah bentuk respon dari para mahasiswa. Mahasiswa akan merasa
dimudahkan dalam kebijakan yang dibentuk, serta mendapat manfaat dari kegiatan
yang diselenggarakan. Dengan melaksanakan asas tersebut, sistem pemerintahan
mahasiswa dapat terbentuk menjadi sistem pemerintahan yang demokrasi dan
berdaulat.
Penerapan demokrasi yang sebenarnya tidak hanya berlangsung
sampai disitu. Hal lain yang harus diperhatikan oleh ormawa adalah kemampuan
mereka dalam mengayomi mahasiswanya. Tidak ada jarak dalam berkomunikasi maupun
dalam melaksanakan pertemuan. Juga dari segi jabatan dimana tidak terjadi
perbedaan hak dan kewajiban antara mahasiswa biasa dengan mahasiswa yang
tergabung dalam ormawa. Semua lapisan mahasiswa mendapat perlakuan yang sama
ketika ada aspirasi yang ingin disampaikan, dengan prosedur yang telah
terbentuk.
Berikut ini adalah Sturktur Republik Mahasiswa Unesa dari
hasil MA-U XVI ORMAWA Unesa 2013.

Di rana mahasiswa tingkat fakultas, khususnya di UNESA, DPM
berperan sebagai penampung serta penyalur aspirasi mahasiswa, karena dalam DPM
terdapat fungsi advokasi, sebagai penyambung lidah mahasiswa ke pihak – pihak
yang tersangkutn.
2.
LEMBAGA LEGISLATIF DALAM KAMPUS
Dengan
fungsi legislasi, controlling, dan budgeting biasanya Lembaga Legislatif Kampus
berisi orang-orang yang merupakan perwakilan masing-masing fakultas karena
sangat dibutuhkan penyuara aspirasi mahasiswa disana. Seperti dalam pembuatan
UU untuk mahasiswa, sama halnya seperti DPR yang berisi perwakilan namun
bedanya di DPR adalah perwakilan partai dengan kepentingan-kepentingannya
sendiri. Legislator-legislator (ataupun senator dalam parlemen AS) adalah orang
yang memiliki basic diplomasi yang kuat dan juga pemikiran yang konstruktif.
Senator kampus sebagai perwakilan mahasiswa adalah mereka yang nantinya akan
merumuskan tertatanya sistem kampus dan tersampaikannya suara mahasiswa secara
integral ke rektorat. Jika dilihat senator-senator tersebut kerjanya hanya
rapat dan sidang, karena memang bukan sebagai Lembaga Eksekutif yang menyusun
gerakan dengan proker-proker andalan.
Itu
baru fungsi legislasinya, fungsi pengawasannya juga dilakukan harus dengan
metode-metode keobjektifan data seperti observasi langsung ataupun riset data
hitam putih. Juga budgeting yang harus selalu objektif dalam penilaian untuk
pembagian dan distribusi dana. Gambaran yang sangat rumit jika hanya dilihat
sekilas saja mengenai lembaga kampus yang paling tertinggi ini. Keberanian
Legislatif Kampus akan sangat berpengaruh dalam tatanan kehidupan kampus,
(seperti amandemen AD/ART sampai merubah sistem ataupun impeachment Presma
apabila terjadi penyimpangan) karena jika Legislatif kampus tidak terdengar
sama saja aspirasi mahasiswa tidak disuarakan. Inilah ciri khas yang harus
dimiliki Legislatif Kampus. Berani tegas demi perubahan, progresif sebagai
penopang, dan pelindung kesewenangan rektorat. Legislatif Kampus bukan hanya
pelengkap namun mutlak harus terasa pengaruhnya.
Di
dalam kapus Unesa utamanaya, terdapat beberap lembaga legislative dengan rana
yang berbeda, saat ini terdapat MPM sebagai lembaga serta forum perwkilan
mahasiswa di tingkat Universitas serta DPM yang berfungsi sebagai forum
perwakilan mahasiswa di tingkat faklutas.
Fungsi
MPM sendiri dari hasil MA-U
XVI ORMAWA Unesa 2013 yang terdapat pada BAB III pasal 3 – 6 yakni.
BAB III
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN MAHASISWA
Pasal 3
1.
Majelis Permusyawaratan Mahasiswa
beranggotakan Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Negeri
Surabaya yang dipilih melalui pemilihan umum dengan sistem perwakilan (kuota
kursi).
2.
Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa dipimpin oleh Pimpinan Majelis Permusyawaratan
Mahasiswa dengan sistem kepemimpinan komisioner/kolektif dengan 1 (satu) orang
Ketua merangkap anggota dan dibantu oleh sekurang-kurangnya 1 (satu) orang
Wakil Ketua merangkap anggota.
3.
Pimpinan
Majelis Permusyawaratan Mahasiswa dipilih melalui Musyawarah Mahasiswa
Universitas pada forum terpisah yang disebut Forum Anggota Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa Terpilih.
4.
Anggota
Majelis Permusyawaratan Mahasiswa dilantik oleh Rektor dan/atau Pembantu /
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan.
5.
Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa bersidang
sedikitnya sekali dalam satu periode kepengurusan.
6.
Susunan
Majelis Permusyawaratan Mahasiswa diatur dalam Tata Tertib Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa.
7.
Jumlah
kuota kursi, tata cara pemilihan dan syarat-syarat anggota Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa diatur dalam undang-undang.
Pasal 4
Fungsi dan wewenang
1.
Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, fungsi
pengawasan, fungsi yudikatif, dan fungsi advokasi.
2.
Dalam
melaksanakan fungsinya, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa mempunyai hak
interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, mengajukan pertanyaan, serta
menyampaikan usul dan pendapat.
3.
Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa berwenang mengubah dan menetapkan UndangUndang Dasar
yang dilaksanakan melalui Musyawarah Mahasiswa.
4.
Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa dapat mengusulkan pemberhentian Presiden Mahasiswa
dan/atau Wakil Presiden Mahasiswa dalam masa jabatannya bila melanggar UndangUndang
Dasar kepada Pembantu / Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan.
5.
Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa meminta, mengevaluasi, menilai dan menetapkan Laporan
Pertanggungjawaban Presiden Mahasiswa Republik Mahasiswa Universitas Negeri
Surabaya.
6.
Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa melakukan pengawalan pelaksanaan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Dasar.
7.
Anggota
Majelis Permusyawaratan Mahasiswa dapat diberhentikan dari jabatannya, yang
syaratsyarat dan tata caranya diatur dalam tata tertib dan kode etik MPM.
8.
Dalam
melaksanakan fungsinya, MPM selaku badan yudikatif mempunyai kewajiban untuk
menyelesaikan sengketa atau permasalahan yang ada di tingkat universitas,
fakultas, dan jurusan/program studi dan mempunyai keputusan hukum tetap.
9.
Ketentuan lebih
lanjut tentang hak dan kewajiban serta kepengurusan Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa diatur dalam tata tertib Majelis Permusyawaratan
Mahasiswa.
Pasal 5
1.
Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa memegang kekuasaan
membentuk undangundang.
2.
Anggota
Majelis Permusyawaratan Mahasiswa baik secara perorangan maupun kelompok berhak
mengajukan usul rancangan undangundang.
3.
Setiap
rancangan undangundang dibahas oleh Majelis Permusyawaratan Mahasiswa dan
Presiden Mahasiswa untuk mendapat persetujuan bersama.
4.
Jika
rancangan undangundang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan
undangundang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa masa itu.
5.
Presiden
Mahasiswa mengesahkan rancangan
undangundang yang telah
disetujui bersama untuk menjadi undangundang.
6.
Dalam
hal rancangan undangundang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan
oleh Presiden Mahasiswa dalam
waktu 14 hari semenjak rancangan undangundang
tersebut disetujui, rancangan undangundang tersebut sah menjadi undangundang
dan wajib diundangkan.
7.
Segala
putusan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa ditetapkan dengan musyawarah mufakat
dan/atau suara yang terbanyak.
Pasal 6
1.
Dalam
hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden Mahasiswa berhak menetapkan
Peraturan Organisasi Kemahasiswaan Universitas sebagai pengganti undangundang.
2.
Peraturan
Organisasi Kemahasiswaan Universitas tersebut harus mendapat persetujuan
Majelis Permusyawaratan Mahasiswa dalam persidangan.
3.
Jika tidak mendapat persetujuan, maka Peraturan Organisasi Kemahasiswaan
Universitas itu harus dicabut
Serta fungsi DPM
pada hasil MA-U XVI ORMAWA Unesa 2013 yang
terdapat pada BAB X pasal 26 – 29B
yakni.
BAB
X
DEWAN
PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS
Pasal
26
1.
Anggota Dewan Perwakilan
Mahasiswa Fakultas dipilih melalui pemilihan umum.
2.
Anggota Dewan Perwakilan
Mahasiswa Fakultas dilantik oleh Dekan dan/atau Pembantu / Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan.
3.
Dewan Perwakilan Mahasiswa
merekrut fungsionaris organisasi dari selain anggota untuk membantu kinerja
dibidang kerumah-tanggaan, tetapi tidak memiliki hak suara.
4.
Dewan Perwakilan Mahasiswa
Fakultas bersidang sedikitnya sekali dalam 1 (satu) periode.
5.
Susunan Dewan Perwakilan
Mahasiswa Fakultas diatur dalam Tata Tertib Dewan Perwakilan Mahasiswa
Fakultas.
6.
Tata cara pemilihan, dan
syarat-syarat anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas diatur dalam
Peraturan Organisasi Kemahasiswaan Fakultas.
Pasal
27
1.
Dewan Perwakilan Mahasiswa
Fakultas memegang kekuasaan membentuk
Peraturan Organisasi Kemahasiswaan Fakultas.
2.
Setiap rancangan peraturan,
dibahas oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas dan Ketua Badan Eksekutif
Mahasiswa Fakultas untuk mendapat persetujuan bersama.
3.
Jika rancangan peraturan itu
tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan peraturan itu tidak boleh
diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Mahasiswa masa itu.
4.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas mengesahkan rancangan peraturan yang telah disetujui bersama untuk
menjadi peraturan.
5.
Dalam hal rancangan peraturan
yang telah disetujui bersama tersebut tidak
disahkan oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas dalam
waktu 14 (empat belas) hari
semenjak rancangan peraturan
tersebut disetujui, rancangan peraturan tersebut sah menjadi peraturan dan
wajib diundangkan.
Pasal
27A
1.
Dewan Perwakilan Mahasiswa
Fakultas memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
2.
Dalam melaksanakan fungsinya,
Dewan Perwakilan Mahasiswa mempunyai hak interpelasi, hak angket, hak
menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat.
3.
Ketentuan lebih
lanjut tentang hak dan kewajiban anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas
diatur dalam Tata Tertib Dewan perwakilan Mahasiswa Fakultas.
Pasal
28
Anggota
Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas berhak mengajukan usul Rancangan Peraturan
Organisasi Kemahasiswaan Fakultas.
Pasal
29
1.
Dalam hal ihwal kepentingan yang
memaksa, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas berhak menetapkan Peraturan
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas sebagai pengganti Peraturan Organisasi
Kemahasiswaan Fakultas.
2.
Peraturan Badan Eksekutif
Mahasiswa Fakultas itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Mahasiswa
Fakultas dalam persidangan yang berikut.
3.
Jika tidak mendapat persetujuan, maka Peraturan
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas itu harus dicabut.
Pasal
29A
Ketentuan
lebih lanjut tentang tata cara pembentukan Peraturan Organisasi Kemahasiswaan
Fakultas diatur dalam Tata Tertib Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas.
Pasal
29B
Anggota
Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas dapat diberhentikan dari jabatannya, yang
syaratsyarat dan tata caranya diatur dalam Peraturan Perundang-undangan
Dari
tupoksi MPM maupun DPM, atau yang biasa disebut sebagai lembaga legislative
kampus, mempunyai fungsi yang sangat penting, fungsi lebaga legislative sendiri
bahkan dapat mengatikan birokrasi.
4.
REGULASI KE
LEGISLATIFAN
Dalam
meleksanakan tupoksinya, lembaga legislative tidak pernah jauh dari keresahan
atau aspirasi mahasiswa, terutama dalam membuat sebuah peraturan atau
undang-undang tersebut
Berikut
ini adalah bentuk sebuah proses pengambilan sebuah keputusan untuk di jadikan
undang – undang.

|


|


|
|

|
|
Ini
yang disebut sebagai demokrasi kampus, dari mahasiswa, oleh mahasiswa, untuk
mahasiswa.
Materi : Wawasan Umum Kepemerintahan
Durasi : 2 x 60 menit
Standart
Kompetensi : Peserta memahami tentang
Fungsi dan wewenang kelegislasian Indonesia.
Kompetensi
dasar :
·
Peserta mengetahui tentang trias politica
·
Peserta mendalami peran kelegislasian di Indonesia
Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut
diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di
suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik
melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.
Trias Politika yang kini banyak
diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif,
Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif adalah lembaga untuk membuat
undang-undang; Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang; dan
Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara
keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta
menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang-undang.
Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang
berbeda tersebut, diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang,
terhindar dari korupsi pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan
mekanisme check and balances (saling koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun
demikian, jalannya Trias Politika di tiap negara tidak selamanya serupa, mulus
atau tanpa halangan.
Sejarah Trias Politika
Pada masa lalu, bumi dihuni masyarakat pemburu
primitif yang biasanya mengidentifikasi diri sebagai suku. Masing-masing suku
dipimpin oleh seorang kepala suku yang biasanya didasarkan atas garis keturunan
ataupun kekuatan fisik atau nonfisik yang dimiliki. Kepala suku ini memutuskan
seluruh perkara yang ada di suku tersebut.
Pada perkembangannya, suku-suku kemudian memiliki
sebuah dewan yang diisi oleh para tetua masyarakat. Contoh dari dewan ini yang
paling kentara adalah pada dewan-dewan Kota Athena (Yunani). Dewan ini sudah
menampakkan 3 kekuasaan Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif,
dan yudikatif. Bahkan di Romawi Kuno, sudah ada perwakilan daerah yang disebut
Senat, lembaga yang mewakili aspirasi daerah-daerah. Kesamaan dengan Indonesia
sekarang adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Namun, keberadaan kekuasaan yang terpisah, misalnya di
tingkat dewan kota tersebut mengalami pasang surut. Tantangan yang terbesar
adalah persaingan dengan kekuasaan monarki atau tirani. Monarki atau Tirani
adalah kekuasaan absolut yang berada di tangan satu orang raja. Tidak ada
kekuasaan yang terpisah di keduanya.
Pada abad Pertengahan (kira-kira tahun 1000 – 1500 M),
kekuasaan politik menjadi persengketaan antara Monarki (raja/ratu), pimpinan
gereja, dan kaum bangsawan. Kerap kali Eropa kala itu, dilanda perang saudara
akibat sengketa kekuasaan antara tiga kekuatan politik ini.
Sebagai koreksi atas ketidakstabilan politik ini, pada
tahun 1500 M mulai muncul semangat baru di kalangan intelektual Eropa untuk
mengkaji ulang filsafat politik yang berupa melakukan pemisahan kekuasaan.
Tokoh-tokoh seperti John Locke, Montesquieu, Rousseau, Thomas Hobbes, merupakan
contoh dari intelektual Eropa yang melakukan kaji ulang seputar bagaimana
kekuasaan di suatu negara/kerajaan harus diberlakukan.
Untuk keperluan pelatihan ini, cukup akan diberikan
gambaran mengenai 2 pemikiran intelektual Eropa yang berpengaruh atas konsep
Trias Politika. Pertama adalah John Locke yang berasal dari Inggris, sementara
yang kedua adalah Montesquieu, dari Perancis.
John Locke (1632-1704)
Pemikiran John Locke mengenai Trias Politika ada di
dalam Magnum Opus (karya besar) yang ia tulis dan berjudul Two Treatises of
Government yang terbit tahun 1690. Dalam karyanya tersebut, Locke menyebut
bahwa fitrah dasar manusia adalah “bekerja (mengubah alam dengan keringat
sendiri)” dan “memiliki milik (property)." Oleh sebab itu, negara yang
baik harus dapat melindungi manusia yang bekerja dan juga melindungi milik
setiap orang yang diperoleh berdasarkan hasil pekerjaannya tersebut. Mengapa
Locke menulis sedemikian pentingnya masalah kerja ini ?
Dalam masa ketika Locke hidup, milik setiap orang,
utamanya bangsawan, berada dalam posisi yang rentan ketika diperhadapkan dengan
raja. Kerap kali raja secara sewenang-wenang melakuka akuisisi atas milik para
bangsawan dengan dalih beraneka ragam. Sebab itu, kerap kali kalangan bangsawan
mengadakan perang dengan raja akibat persengkataan milik ini, misalnya
peternakan, tanah, maupun kastil.
Negara ada dengan tujuan utama melindungi milik
pribadi dari serangan individu lain, demikian tujuan negara versi Locke. Untuk
memenuhi tujuan tersebut, perlu adanya kekuasaan terpisah, kekuasaan yang tidak
melulu di tangan seorang raja/ratu. Menurut Locke, kekuasaan yang harus dipisah
tersebut adalah Legislatif, Eksekutif dan Federatif.
Kekuasaan Legislatif adalah kekuasaan untuk membuat
undang-undang. Hal penting yang harus dibuat di dalam undang-undang adalah
bahwa masyarakat ingin menikmati miliknya secara damai. Untuk situasi ‘damai’
tersebut perlu terbit undang-undang yang mengaturnya. Namun, bagi John Locke,
masyarakat yang dimaksudkannya bukanlah masyarakat secara umum melainkan kaum
bangsawan. Rakyat jelata tidak masuk ke dalam kategori stuktur masyarakat yang
dibela olehnya. Perwakilan rakyat versi Locke adalah perwakilan kaum bangsawan
untuk berhadapan dengan raja/ratu Inggris.
Eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan amanat
undang-undang. Dalam hal ini kekuasaan Eksekutif berada di tangan raja/ratu
Inggris. Kaum bangsawan tidak melaksanakan sendiri undang-undang yang mereka
buat, melainkan diserahkan ke tangan raja/ratu.
Federatif adalah kekuasaan menjalin hubungan dengan
negara-negara atau kerajaan-kerajaan lain. Kekuasaan ini mirip dengan
Departemen Luar Negara di masa kini. Kekuasaan ini antara lain untuk membangun
liga perang, aliansi politik luar negeri, menyatakan perang dan damai,
pengangkatan duta besar, dan sejenisnya. Kekuasaan ini oleh sebab alasan
kepraktisan, diserahkan kepada raja/ratu Inggris.
Dari pemikiran politik John Locke dapat ditarik satu
simpulan, bahwa dari 3 kekuasaan yang dipisah, 2 berada di tangan raja/ratu dan
1 berada di tangan kaum bangsawan. Pemikiran Locke ini belum sepenuhnya sesuai
dengan pengertian Trias Politika di masa kini. Pemikiran Locke kemudian
disempurnakan oleh rekan Perancisnya, Montesquieu.
Montesquieu (1689-1755)
Montesquieu (nama aslinya Baron Secondat de
Montesquieu) mengajukan pemikiran politiknya setelah membaca karya John Locke.
Buah pemikirannya termuat di dalam magnum opusnya, Spirits of the Laws, yang
terbit tahun 1748.
Sehubungan dengan konsep pemisahan kekuasaan,
Montesquieu menulis sebagai berikut : “Dalam tiap pemerintahan ada tiga macam
kekuasaan: kekuasaan legislatif; kekuasaan eksekutif, mengenai hal-hal yang
berkenan dengan dengan hukum antara bangsa; dan kekuasan yudikatif yang
mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum sipil. Dengan kekuasaan pertama,
penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum yang telah dikeluarkan. Dengan
kekuasaan kedua, ia membuat damai atau perang, mengutus atau menerima duta, menetapkan
keamanan umum dan mempersiapkan untuk melawan invasi. Dengan kekuasaan ketiga,
ia menghukum penjahat, atau memutuskan pertikaian antar individu-individu. Yang
akhir ini kita sebut kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif negara.
Dengan demikian, konsep Trias Politika yang banyak
diacu oleh negara-negara di dunia saat ini adalah Konsep yang berasal dari
pemikir Perancis ini. Namun, konsep Trias Politika ini terus mengalami
persaingan dengan konsep-konsep kekuasaan lain semisal Kekuasaan Dinasti (Arab
Saudi), Wilayatul Faqih (Iran), Diktatur Proletariat (Korea Utara, Cina, Kuba).
Fungsi-fungsi Kekuasaan Legislatif
Legislatif adalah struktur politik yang fungsinya
membuat undang-undang. Di masa kini, lembaga tersebut disebut dengan Dewan
Perwakilan Rakyat (Indonesia), House of Representative (Amerika Serikat),
ataupun House of Common (Inggris). Lembaga-lembaga ini dipilih melalui
mekanisme pemilihan umum yang diadakan secara periodik dan berasal dari
partai-partai politik.
Melalui apa yang dapat kami ikhtisarkan dari karya
Michael G. Roskin, et.al, termaktub beberapa fungsi dari kekuasaan legislatif
sebagai berikut : Lawmaking, Constituency Work, Supervision and Critism
Government, Education, dan Representation.
Lawmaking adalah fungsi membuat
undang-undang. Di Indonesia, undang-undang yang dikenal adalah Undang-undang
Ketenagakerjaan, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang Guru
Dosen, Undang-undang Penanaman Modal, dan sebagainya. Undang-undang ini dibuat
oleh DPR setelah memperhatikan masukan dari level masyarakat.
Constituency Work adalah fungsi badan legislatif
untuk bekerja bagi para pemilihnya. Seorang anggota DPR/legislatif biasanya
mewakili antara 100.000 s/d 400.000 orang di Indnesia. Tentu saja, orang yang
terpilih tersebut mengemban amanat yang sedemikian besar dari sedemikian banyak
orang. Sebab itu, penting bagi seorang anggota DPR untuk melaksanakan amanat,
yang harus ia suarakan di setiap kesempatan saat ia bekerja sebagai anggota
dewan. Berat bukan ?
Supervision and Criticism Government, berarti fungsi legislatif untuk
mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang oleh presiden/perdana menteri, dan
segera mengkritiknya jika terjadi ketidaksesuaian. Dalam menjalankan fungsi
ini, DPR melakukannya melalui acara dengar pendapat, interpelasi, angket,
maupun mengeluarkan mosi kepada presiden/perdana menteri.
Education, adalah fungsi DPR untuk memberikan pendidikan politik
yang baik kepada masyarakat. Anggota DPR harus memberi contoh bahwa mereka
adalah sekadar wakil rakyat yang harus menjaga amanat dari para pemilihnya.
Mereka harus selalu memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai bagaimana cara
melaksanakan kehidupan bernegara yang baik. Sebab, hampir setiap saat media
massa meliput tindak-tanduk mereka, baik melalui layar televisi, surat kabar,
ataupun internet.
Representation, merupakan fungsi dari anggota legislatif untuk
mewakili pemilih. Seperti telah disebutkan, di Indonesia, seorang anggota dewan
dipilih oleh sekitar 300.000 orang pemilih. Nah, ke-300.000 orang tersebut
harus ia wakili kepentingannya di dalam konteks negara. Ini didasarkan oleh
konsep demokrasi perwakilan. Tidak bisa kita bayangkan jika konsep demokrasi
langsung yang diterapkan, gedung DPR akan penuh sesak dengan 300.000 orang yang
datang setiap hari ke Senayan. Bisa-bisa hancur gedung itu. Masalah yang muncul
adalah, anggota dewan ini masih banyak yang kurang peka terhadap kepentingan
para pemilihnya. Ini bisa kita lihat dari masih banyaknya
demonstrasi-demonstrasi yang muncul di aneka isu politik.
Materi : Teknik Lobbying
Waktu : 2 x 60 menit
Standart
Kompetensi : Peserta Memahami tentang cara melakukan Lobbying
Kompetensi
Dasar :
·
Peserta
mampu melakukan lobby
·
peserta
memahami peran lobby dalam melakukan komunikasi
A.
Pengertian Lobbying
Istilah lobbying atau kemudian menjadi “Lobi” dalam
bahasa Indonesia sering dikaitkan dengan
kegiatan politik dan bisnis. Perkembangan dewasa ini Lobi-melobi tampaknya
tidak terbatas pada kegiatan tersebut namun mulai dirasakan oleh manajer
organisasi untuk menunjang kegiatan
manajerialnya baik sebagai lembaga birokrat maupun lembaga usaha khususnya
dalam pemberian pelayanan.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, melobi ialah melakukan pendekatan secara tidak
resmi, sedangkan pelobian adalah bentuk partisipasi politik yang mencakup usaha
individu atau kelompok untuk menghubungi para pejabat pemerintah atau pimpinan
politik dengan tujuan mempengaruhi keputusan atau masalah yang dapat
menguntungkan sejumlah orang.
Pelaksanaan lobi menggunakan pendekatan komunikasi
sebagai alat untuk mencapai tujuan. Aktivitas komunikasi dapat dilakukan oleh
individu, kelompok, maupun organisasi (profit atau non profit), maupun lembaga
pemerintahan. Sedangkan media komunikasi yang dapat digunakan adalah dalam
bentuk cetak, elektonik, media luar ruang, budaya, dan sebagainya, yang melalui
media tersebut, dapat menggunakan bahasa verbal maupun non verbal.
Lobi adalah
aktivitas komunikasi yang dilakukan individu ataupun kelompok dengan tujuan
mempengaruhi pimpinan organisasi lain maupun orang yang memiliki kedudukan
penting dalam organisasi dan pemerintahan sehingga dapat memberikan keuntungan
untuk diri sendiri ataupun organisasi dan perusahaan pelobi.
Lobi merupakan bagian dari aktivitas komunikasi. Lingkup
komunikasi yang luas menyebabkan aktivitas lobi juga sama luasnya. Lobi
ditujukan untuk memperoleh sesuatu yang menjadi tujuan atau target seseorang
atau organisasi, dan apa yang dimaksudkan tersebut berada di bawah kontrol atau
pengaruh pihak lain (individu maupun lembaga).
B.
Karakteristik Lobbying
1. Bersifat
tidak resmi atau informal dapat dilakukan diluar forum atau perundingan yang
secara resmi disepakati.
2.
Bentuk dapat beragam dapat berupa obrolan yang dimulai
dengan tegursapa, atau dengan surat.
3.
Waktu dan tempat dapat kapan dan dimana saja sebatas
dalam kondisi wajar atau suasana memungkinkan. Waktu yang dipilih atau
dipergunakan dapat mendukung dan menciptakan suasan yang menyenangkan,
sehingga orang dapat bersikap rileks dan.
4.
Pelaku atau aktor
atau pihak yang melakukan lobbying dapat beragam dan siapa saja yakni pihak
yang berkepentinga, dan dapat pihak eksekutif atau pemerintahan, pihak
legislatif, kalangan bisnis, aktifis LSM, tokoh masyarakat atau ormas, atau
pihak lain yang terkait pada objek lobby.
5.
Bila dibutuhkan dapat melibatkan pihak ketiga untuk
perantara.
6.
Arah pendekatan dapat bersifat satu arah pihak
yang melobi harus aktif mendekati pihak yang dilobi. Pelobi diharapkan
tidak bersikap pasif atau menunggu pihak lain sehingga terkesan kurang
perhatian.
C. Strategi
Melakukan Lobbying
1.
Kenali objek yang dituju, sehingga
mengetahui seluk- beluk objek yang akan dituju.
2.
Persiapan informasi, bahan apa yang akan
disampaikan harus dipersiapkan dengan lengkap.
3.
Persiapan diri, segala sesuatu harus dipersiapkan
baik mental dan kepercayaan diri agar tidak gugup ketika melakukan lobi.
4.
Berupaya menarik perhatian pendengar,
ketika mengirim pesan sehingga mereka menyimak dengan baik pesan yang diterima.
5.
Sajikan pengiriman pesan itu dengan
jelas, agar dapat diterima dengan jelas dan dipahami.
6.
Tutup pembicaraan dan lobi dengan
memberi kesan yang menyenangkan dan bila ada kelanjutan mereka tetap antusias.
Selain fungsi
secara individual, lobi memiliki fungsi organisasional. Dalam hal ini fungsi
lobi adalah untuk melindungi kepentingan organisasi yang membuka komunikasi
pada pihak pengambilan keputusan.
Menurutnya
dalam konteks ini ada 3 jenis lobi :
1.
Lobi tradisional adalah yang
menggunakan pelobi untuk mendekati pihak pengambil keputusan.
2.
Lobi akar rumput adalah yang
menggunakan masyarakat untuk mempengaruhi pengambilan keputusan.
3.
Lobi political action committee adalah, komite-komite yang dibentuk
perusahaan-perusahaan besar agar wakilnya dapat duduk di parlemen atau
pemerintah.
D.
Teknik-Teknik Melobi
a.
Pendekatan dalam melobi
Dengan pendekatan itu akan dapat
ditunjukkan konsentrasinya sehingga menjadi karakteristik yang konsisten.
Macam-macam pendekatan didalam tehknik lobi (Panuju,2010 ; 32) yaitu:
1.
Pendekatan
Brainstorming
Pendekatan ini menitikberatkan pada asumsi bahwa citra
diri tentang diri sendiri dan orang lain diperoleh melalui proses komunikasi
yang intensif. Apa yang dibutuhkan, apa yang dikehendaki, apa yang disukai, dan
sebagainya muncul akibat interaksi komunikasi. Demikian juga dengan kebutuhan,
muncul setelah terjadi pertukaran buah pikiran. Kesadaran adalah hasil dari
kesimpulan yang substantif atas informasi yang menerpa terus menerus.
Pendekatan ini biasanya digunakan ketika seseorang pelobi belum membawa maksud
dan tujuan kecuali menjajaki segala kemungkinan. Lobi jenis ini bersifat
eksploratif, sedang pada tahap mencari peluang.
2.
Pendekatan
Pengondisian
Berangkat dari asumsi teoritik conditioning, bahwa selera, sikap, pikiran, preferensi, dan
sebagainya dapat dibentuk melalui kebiasaan. Pendekatan ini menitikberatkan
pada upaya melobi untuk membangun kebiasaan baru. Misalnya, yang semula belum
ada kemudian diadakan sebagai wahana komunikasi. Pertemuan antara kedua pihak
dilakukan untuk melancarkan komunikasi persuasif yang bertujuan mempengaruhi
pihak lain secara perlahan, dilakukan tahap demi tahap sampai pihak lain tidak
menyadari dirinya telah berubah. Pendekatan ini membutuhkan kesabaran dan
kontinuitas.
3.
Pendetakan
Networking
Berangkat dari asumsi bahwa seseorang bertindak
seringkali dipengaruhi oleh lingkungannya. Karena itu memahami siapa orang
dekat disamping siapa menjadi penting. Lobi dalam konteks ini tujuannya mencari
relasi sebanyak-banyaknya terlebih dahulu, dan bukan berorientasi pada
hasilnya. Bila networking sudah terjalin dengan baik, satu sama lain sudah
terikat oleh nilai-nilai tertentu, barulah lobi dengan tujuan tertentu
dilaksanakan.
4.
Pendekatan
Transaksional
Berdasar pada pandangan bahwa apapun yang dikorbankan
harus ada hasilnya, apapun yang dikeluarkan harus kembali, apapun yang
dikerjakan ada ganjarannya. Maka apapun konsekuensi yang mengikuti kegiatan
lobi diperhitungkan sebagai investasi. Asusmsi pada pendekatan ini adalah bahwa
transaksi merupakan sebuah mekanisme jika memberi maka harus menerima.
5.
Pendekatan
Institution Building
Pendekatan melembagakan tujuan gagasan merupakan
alternatif yang dapat digunakan disaat sebagian besar orang resistensi terhadap
suatu gagasan perubahan. Ketika sekelompok orang bersikap menerima suatu
keputusan, maka sebagian besar lainnya akan ikut menerima keputusan tersebut.
6.
Pendekatan
Cognitive Problem
Pendekatan ini sebelum sampai pada tujuannya harus
melalui beberapa proses, dimulai dengan membangun pemahaman terhadap suatu
masalah pada pihak yang dituju, dan mempengaruhi pihak tersebut untuk mengambil
keputusan. Pendekatan ini menitikberatkan pada terbentuknya keyakinan, semakin
mampu meyakinkan, semakin menemukan sasaran.
7.
Pendekatan Five
Breaking
Pendekatan ini banyak digunakan oleh praktisi humas untuk
mengalihkan perhatian pada isu yang merugikan dengan menciptakan isu lain. Agar
pendekatan ini efektif dan tidak memicu terbentuknya isu lain dengan
kecenderungan kearah yang lebih negatif, maka harus dilakukan dengan cara yang
lebih halus, dan bukan bergerak berlawanan arah dengan isu utama yang timbul.
Namun apabila demikian, maka akan timbul reaksi penolakan dan perlawanan yang
lebih besar.
8.
Pendekatan
Manipulasi Power
Dalam propaganda dikenal adanya istilah “transfer device”, yaitu cara
mempengaruhi orang dengan menghadirkan simbol kekuatan tertentu. Melakukan
pendekatan ini harus dipastikan adanya pembuktian untuk menghindari kesan
negatif dan hilangnya kepercayaan.
9.
Pendekatan Cost and
Benefit
Pendekatan ini dilakukan ketika orang lain menganggap
harga yang ditawarkan terlalu tinggi, sementara pihak pelobi tidak mungkin
menurunkan angka yang telah ditetapkan. Dibandingkan menunjukkan sikap
pertahanan, akan lebih efektif apabila meyakinkan pihak lain dengan menyatakan
bahwa angka tersebut adalah sesuai dengan pertimbangan memiliki banyak kelebihan.
10. Pendekatan Futuristik atau Antisipatif
Pendekatan ini dilakukan manakala mengetahui bahwa klien
belum memiliki kebutuhan saat ini, maka harus diberi gambaran beberapa tahun ke
depan yang harus diantisipasi.
Materi : Legal Drafting
Standart
Kompetensi : Peserta
mengetahui tata cara melakukan legal drafting
Kompetensi
Dasar :
·
Peserta
mampu menyusun legal drafting
·
Peserta
mampu membuat Undang-undang berdasarkan kebutuhan konstituen.
Durasi : 2 x 60
menit
I.
Pengertian
Legal Drafting
Secara
harfiah Legal drafting berarti Penyusunan/ perancangan Peraturan
Perundang-undangan. Dari pendekatan hukum : kegiatan praktek hukum yang
menghasilkan peraturan, sebagai contoh; Pemerintah membuat Peraturan
Perundang-undangan; Hakim membuat keputusan hukum yang mengikat publik; Swasta
membuat ketentuan atau peraturan privat seperti; perjanjian/kontrak, kerjasama
dan lainnya yang mengikat pihak-pihak yang melakukan perjanjian atau kontrak.
Legal
drafting dipahami bukan sebagai perancangan hukum dalam arti luas, melainkan
hukum dalam arti sempit, yakni undang-undang atau perundangundangan. Jadi bukan
perancangan hukum seperti perjanjian/kontrak, dll Legal Drafting merupakan
konsep dasar tentang penyusunan peraturan perundang-undangan yang berisi
tentang naskah akademik hasil kajian ilmiah beserta naskah awal peraturan
perundang-undangan yang diusulkan.
S.J.
Fockema Andreade, istilah per-UU-an (legislation, wetgeving,
gezetsgebung) bermakna: Dalam arti luas: “Keseluruhan peraturan tertulis yang dibuat oleh lembaga negara yang berwenang (Pusat dan/atau Daerah) yang mengikat dan berlaku secara umum dalam wilayah atau daerah suatu negara tertentu (UU dalam arti materiel)”. Dalam arti sempit: “Peraturan tertulis yang dibuat bersama oleh Pemerintah (Presiden) dan Parlemen (DPR) (UU dalam arti formiel)”.
gezetsgebung) bermakna: Dalam arti luas: “Keseluruhan peraturan tertulis yang dibuat oleh lembaga negara yang berwenang (Pusat dan/atau Daerah) yang mengikat dan berlaku secara umum dalam wilayah atau daerah suatu negara tertentu (UU dalam arti materiel)”. Dalam arti sempit: “Peraturan tertulis yang dibuat bersama oleh Pemerintah (Presiden) dan Parlemen (DPR) (UU dalam arti formiel)”.
ü Perundang-undangan
(Legislation, wetgeving, Gesetgebung) mempunyai arti;
o
Proses pembentukan/proses membentuk
peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
o
Segala peraturan negara yang merupakan
hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah.
ü Peraturan
Perundang-undangan adalah peratuan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara
atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.
ü Ilmu
perundang-undangan adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang cara pembentukan,
bentuk, isi atau substansi suatu peraturan perundangundangan.
Berdasarkan beberapa
pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan ciri-ciri peraturan
perundang-undangan sebagai berikut :
a. Peraturan
perundang-undangan berupa tertulis, jadi mempunyai bentuk atau format tertentu.
b. Dibentuk,
ditetapkan dan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, baik di tingkat pusat
maupun di tingkat daerah. Pejabat berwenang yang dimaksud adalah pejabat yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik berdasarkan atribusi maupun
delegasi.
c. Peraturan
perundang-undangan tersebut berisi aturan pola tingkah laku.
d. Peraturan
perundang-undangan mengikat secara umum, tidak ditujukan kepada seseorang atau
individu tertentu (tidak bersifat individual).
II.
Landasan Pembentukan Per-UU-an
1.
Landasan Filosofis (filosofische
grondslag)
• Rumusan
atau norma-normanya mendapatkan pembenaran (rechtvaardiging) jika dikaji
secara filosofis; dan
• Sesuai
dengan cita kebenaran (idee der waar-heid), cita keadilan (idee der
gerechtigheid), dan cita kesusilaan (idee der zedelijkheid)
gerechtigheid), dan cita kesusilaan (idee der zedelijkheid)
2.
Landasan Sosiologis (Sociologische
grondslag) Dikatakan mempunyai landasan sosiologis bila
ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran masyarakat.
Hal ini penting agar UU efektif berlaku dimasyarakat.
3.
Landasan Yuridis (Rechtsgrond )
Mempunyai landasan hukum atau dasar hukum (legalitas) bila terdapat dasar
hukum yang lebih tinggi derajatnya.
4.
Konsideran menimbang (grondslag)
dikenal juga dengan istilah konsiderans
factual, yang berisikan pertimbangan-pertimbangan dan filosofis dan sosiologis
factual, yang berisikan pertimbangan-pertimbangan dan filosofis dan sosiologis
5.
Konsideran mengingat (rechtgrond)
dikenal juga dengan istilah konsiderans yuridis, berisikan dasar-dasar hukum
tertinggi dan sederajat yang dipergunakan untuk pijakan legalitas.
Naskah Akademik
/ Pendahuluan
Kajian mendasar secara
ilmiah mengenai per-UU-an yang akan dibentuk. Indikator pembuatan: Seidman:
ROCCIPI
•
Rule, suatu per-UU-an yg akan dibentuk
harus memper-hatikan perUU-an lain baik vertikal maupun horizontal. Konsisten;
sinkron dan harmonis.
•
Opportunity, faktor lingkungan
(eksternal) dari pihak2 yang akan dituju agar per-UU-an yang dibuat efektif
pelaksanaannya, diterima dan tidak resistensi.
•
Capacity, faktor yg terkait dgn
ciri-ciri pelaku (internal) yang mungkin menyebabkan mereka tidak mentaati
aturan/per-UU-an yang dibuat.
•
Competency, faktor peran yg berwenang
untuk mengko-munikasikan per-UU-an kpd pihak yg dituju/sasaran.
•
Interest, faktor yg berkaitan dgn
pandangan ttg manfaat bagi pelaku, baik pembuat maupun sasaran per-UU-an
•
Process, Prosedur bagi pelaku peran
untuk memutuskan apakah menyetujui berlakunya sebuah peraturan atau tidak.
•
Ideology, faktor yang terkait dengan
nilai2, sikap, selera bahkan mitos2 dan asumsi2 tentang dunia, agama,
kepercayaan, politik, sosial, dan ekonomi.
III. Tehnik Pembentukan Legal Drafting
1. Penamaan
(penjudulan)
“Kesingkatan atau gambaran dari
keseluruhan isi per-uu-an”. Ditulis singkat, diberi nomor, dan tahun pembuatan.
2. Pembukaan
o
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
o
Presiden Republik Indonesia, Gubernur, Bupati/Walikota
o
Konsiderans: Menimbang (grondslag) dan mengingat (rechtgrond)
o
Diktum (Menetapkan), klausula yang menimbulkan akibat hukum
3. Batang
Tubuh:
o Ketentuan Umum:
•
Pengertian-pengertian atau defenisi-defenisi
•
Istilah-istilah dan Singkatan
o
Pengaturan Materi yang bersangkutan; diletakkan setelah ketentuan umum,
dikelompokkan ke dalam bab berdasarkan pokok persoalan, agar terdapat
keteraturan antar pasal, dimulai dari pokok, cabang, dan ranting persoalan
o
Ketentuan Pidana; diletakkan setelah materi pokok per-uu-an, berisi ancaman
hukuman t’hdp perbuatan yg melanggar ketentuan yang dirumuskan. Ket. Pidana hny
dapat diatur di dlm UU dan Perda (Psl 14 UUPPP)
o
Ketentuan Peralihan, “ketentuan untuk menyesuaikan penerapan peruu-an terhadap
keadaan yang ada pada waktu per-uu-an berlaku”, terdiri atas:
• Tentang
bagaimana peralihan keadaan yang ada atau sedang berlangsung ke dalam kekuasaan
per-uu-an yang baru;
• Penentuan
masa peralihan atau waktu peralihan; dan
• Tentang
bagaimana ketentuan per-uu-an lain yang ada hubungannya dengan masalah yang
diatur dalam per-uu-an yang baru.
o
Ketentuan Penutup:
• Penegasan
terhadap tidak berlakunya UU yang lama ketika berlakunya UU yang baru;
• Ketentuan
tentang produk per-uu-an untuk pelaksanaan lebih lanjut UU yang bersangkutan;
• Ketentuan
mengenai penyingkatan nama dari per-uu-an;
• Ketentuan
mengenai saat berlakunya per-uu-an; dan
• Ketentuan
mengenai perintah pengundangan
4. Pengundangan
Pengundangan bertujuan untuk
menyebarluaskan per-uu-an agar diketahui masyarakat umum. Dalam hal ini berlaku
asas fiksi “setiap orang dianggap mengetahui hukum”. Pengundangan dilakukan
oleh Sekneg atau Sekda.
5. Penjelasan
Setiap per-uu-an umumnya disertai penjelasan
(memorie van
toelichting). Tujuannya agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dengan maksud pembentuk dan berfungsi membantu pemakai agar mudah memahami latar belakang, isi, atau maksud dan tujuan dibentuknya per-uu-an tersebut. Catatan : Penjelasan tidak boleh bertentangan dengan isi per-uu-an Materi penjelasan tidak boleh hanya berisikan pengulangan dari isi atau materi per-uu-an yang bersangkutan
toelichting). Tujuannya agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dengan maksud pembentuk dan berfungsi membantu pemakai agar mudah memahami latar belakang, isi, atau maksud dan tujuan dibentuknya per-uu-an tersebut. Catatan : Penjelasan tidak boleh bertentangan dengan isi per-uu-an Materi penjelasan tidak boleh hanya berisikan pengulangan dari isi atau materi per-uu-an yang bersangkutan
Adapun sifat mengikat
pasal / batang tubuh adalah karena sifat normatifnya. Dan sifat mengikat
penjelasan (memorie vantoelichting) adalah karena sifat interpretative
autentic.
IV. Tahap Legal Drafting
1.
Naskah Akademik
2.
Pengajuan Rancangan
a.
Inisiatif DPR (legislator utama/pokok):
o
Diajukan oleh minimal 10 (sepuluh)
anggota kepada Komisi, Gabungan Komisi, atau Baleg secara tertulis.
o
Usulan RUU beserta keterangan pengusul
disampaikan kepada pimpinan DPR disertai nama dan tandatangan pengusul serta
nama fraksi juga secara tertulis
b.
Pemerintah/Presiden (legislator-serta/medewetgever)
3.
Pembahasan
a.
Pembicaraan Tk. I
o
Pemandangan umum fraksi thd RUU yang
berasal dari Pemerintah atau tanggapan Pemerintah terhadap RUU yang berasal
dari DPR
o
Jawaban Pemerintah atas pandangan
fraksi, atau jawaban pimpinan Komisi, pimpinan Baleg, pimpinan Panggar, atau
pimpinan Pansus atas tanggapan pemerintah
o
Pembahasan RUU oleh DPR dan Pemerintah
dalam rapat kerja berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)
b.
Pembicaraan Tk. II
o
Pengambilan keputusan dalam rapat
paripurna, yang didahului oleh: a) Laporan hasil pembicaraan tingkat I; b)
Pendapat akhir fraksi yang disampaikan oleh anggotanya,dan apabila dipandang
perlu dapat pula disertai dengan catatan tentang sikap fraksi.
o
Penyampaian sambutan Pemerintah
4.
Persetujuan
5.
Pengesahan
6.
Pengundangan
o “Diatur
dalam undang-undang” # “diatur dengan undang-undang.
o “Diatur
dalam” bermakna dapat diatur dalam UU yang berkaitan dengan hal yang diatur.
o “Diatur
dengan” bermakna pengaturan harus dibuat dalam UU yang khusus mengatur hal
tertentu.
V.
Redaksional
1. Penulisan
judul perundang-undangan ditulis dengan huruf kapital (besar), Ex:
UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
2. Penulisan
“Menimbang”, “Mengingat” dan “Menetapkan” ditulis sejajar dan diawali dengan
huruf “M” besar
3. Apabila
sandaran (grondslag) pada konsideran “Menimbang” lebih dari satu pokok
pikiran, maka butir-butirnya ditulis dengan perincian huruf kecil (a,b,c,… dst)
4. Kata-kata
“bahwa” disetiap awal kalimat pada konsiderans “Menimbang” ditulis dengan huruf
“b” kecil
5. Apabila
dasar hukum (rechtsgrond) pada konsideran “Mengingat” lebih dari satu
dasar hukum, ditulis dengan perincian angka Arab (1, 2, 3, ….dst)
6. Kalimat
yang menyatakan persetujuan bersama “Dewan Perwakilan Rakyat” atau dengan
persetujuan bersama “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah” sebelum diktum
“MEMUTUSKAN” ditulis ditengah dan sejajar.
7. Penulisan
kata “MEMUTUSKAN” ditulis dengan huruf kapital
8. Penulisan
“BAB” ditulis dengan huruf kapital dan diberi penomoran dengan angka Romawi
serta tidak diakhiri dengan tanda baca titik (.)
9. Penulisan
kata “Pasal”, huruf “P” diawal kata “Pasal” ditulis dengan huruf kapital dan
diberi penomoran dengan angka Arab serta tidak diakhiri dengan tanda baca titik
(.)
10. Setiap
penulisan materi pasal yang tidak mempunyai ayat, penulisan meteri pasal
tersebut ditulis menjorok dan diakhiri dengan tanda baca titik (.)
11. Setiap
penulisan angka yang menyatakan ayat dari suatu pasal ditulis dengan memakai
tanda kurung ( ) dan diakhiri dengan tanda baca titik (.)
12. Setiap
yang menyatakan ayat dari suatu pasal harus memakai “angka” bukan “huruf”
13. Setiap
ayat yang memerlukan perincian lebih lanjut diakhiri dengan tanda baca titik
dua (:)
14. Perincian
dari suatu ayat harus ditutup dengan tanda baca titik koma (;) kecuali
perincian yang terakhir, ditutup dengan tanda baca titik (.)
VI. Pengujian Terhadap Peraturan
Perundang-undangan
Hak
Uji Materiil oleh Mahkamah Konstitusi (MK) Mengadili pada tingkatpertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD
Hak Uji Materiil
oleh Mahkamah Agung (MA) Wewenangi Mahkamah Agung melakukan Pengujian terhadap
Peraturan Perundang-Undangan dibawah Undang-Undang / PP, PERPRES, PERDA
Contoh : perancangan undang-undang
Perancangan Undang-Undang
I. Judul
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NO 1 TAHUN 1974
TENTANG
PERKAWINAN
II. Pembukaan
memuat :
- Jabatan Pembentuk
- Konsideran
- Dasar Hukum
- Memutuskan
- Menetapkan
- Nama Peraturan
Perundang-undangan
1. Pada Pembukaan UU dan Perda
sebelum nama jabatan pembentuk peraturan PerUUan dicantumkan frase
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
yang diletakkan ditengah marjin.
2. Jabatan Pembentuk Peraturan
PerUUan
Ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yg diletakkan
ditengah marjin dan diakhiri dengan tanda baca koma (,)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
(jabatan Pembentuk)
3. Konsideran :
Diawali dengan kata “Menimbang”
Pertimbangan/latar belakang dibuatnya peraturan itu harus
tergambar 3 hal, yi :
. pertimbangan filosofis misalnya melindungi bangsa dari kemorosotan
moral
. pertimbangan sosiologis--à adanya kebutuhan
masyarakat misalnya diperlukan suatu pengadilan Agama yang sesuai dengan sistem
kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu menciptakan keadilan dan kepastian
hukum dalam menangani sengketa perkawinan.
Jika konsideran memuat lebih satu pokok pikiran, maka
tiap-tiap pokok pikiran dirumuskan dalam satu kalimat yang diawali dengan kata
“bahwa” dan diakhiri dengan tanda baca titik koma (;) , contoh :
Menimbang : a. bahwa………;
b. bahwa……….;
c. bahwa……….;
dan rumusan pertimbangan terakhir berbunyi sbb.:
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b perlu membentuk Undang-undang tentang…….
Contoh Konsideran Peraturan Pemerintah:
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 39 dan
Pasal 40 Undang-unddang No 6 tahun 1982 Tentang Hak Cipta perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Dewan Hak Cipta
4. Dasar Hukum.
Diawali dengan kata “Mengingat”. Peraturan PerUUan yang
dijadikan dasar hukum hanyalah peraturan perUUan yang lebih tinggi atau sama
tingkatannya.
Jika jumlah peraturan perUUan yang dijadikan dasar hukum
lebih dari satu, urutan pencantumannya perlu memperhatikan tata urutan hirarkhi
peraturan perUUan yang diurutkan secara kronologis berdasarkan saat pengeluarannya.
Dasar hukum yang diambil dari UUD 1945 ditulis dengan
menyebutkan pasal dan beberapa passal yang terkait, contoh Pasal 5 ayat (1) dan
Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
Dasar hukum yang bukan UUD 1945 tidak perlu mencantumkan
pasal cukup nama peraturan perundang-undangan, contoh
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 81; Tambahan Lembaran Negara Nomor
3490)
5. Memutuskan
Kata “MEMUTUSKAN” ditulis seluruhnya dengan huruf kapital
dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:) serta diletakkan ditengah marjin.
Contoh :
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
MEMUTUSKAN:
6. Menetapkan
Kata “Menetapkan” dicantumkan sesudah kata “MEMUTUSKAN” yang
disejajarkan ke bawah dengan kata “menimbang dan mengingat”. Contoh
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERADILAN TATA USAHA
NEGARA
III. Batang
Tubuh
Memuat semua substansi peraturan perUUan yang dirumuskan
dalam pasal-pasal dan dikelompokkan ke dalam materi berikut :
1. Ketentuan Umum
2. Materi Pokok yang diatur
3. Ketentuan Pidana (jika perlu)
4. Keetentuan Peralihan (jika perlu)
5. Ketentuan Penutup
6. Lampiran-lampiran
Dihindari adanya bab “ketentuan lain-lain atau sejenisnya,
diupayakan untuk masuk ke dalam bab-bab yang ada.
Ketentuan Umum : Pengertian-pengertian, istilah-istilah yang
ada dala peraturan perUUan yang langsung muncul
Bagian penutup UU diakhiri dengan kalimat “agar setiap orang
menetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Disahkan di
Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Tanda tangan
NAMA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Tanda tangan
NAMA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN …. NOMOR….
Undang-undang wajib dilengkapi dengan penjelasan,
- Modus I Umum
- Modus II Pasal
demi pasal
Penjelasan bukan norma, tetapi hanya sebagai penjelasan yang
tidak boleh dijadikan acuan
D. PSK
V : Teknik Persidangan
Materi : Teknik
Persidangan
Waktu : 2 x 60
Menit
Standart
Kompetensi : Peserta memahami
tata cara bersidang yang baik dan benar
Kompetensi
Dasar :
·
Peserta
mampu menyiapkan materi Persidangan
·
Peserta
mampu melakukan Persidangan
A. Pengertian
Persidangan
Sidang
adalah suatu pertemuan yang bersifat suatu pertemuan yang bersifat formal untuk
mencapai suatu tujuan. Sedangkan persidangan adalah suatu formal dimana
berjumpanya beberapa orang atau lebih yang membicarakan suatu masalah.
B. Bentuk
bentuk persidangan
Pada dasarnya bentuk dari persidangan
terdiri dari Diskusi,Lokakarya, Seminar, Saresehan, Simposium, Konferensi.
Adapun pengertian dari Diskusi adalah Bertukar pikiran sejumlah orang untuk
membahas suatu masalah secara teratur guna memperoleh nilai-nilai kebenaran
masalah.
a. Lokakarya : Sejumlah orang ahli yang
membahas suatu masalah sesuai dengan keahliannya.
b. Seminar : Merupakan ajang pembicaraan
atau masalah yang ditinjau dari berbagai ahli atau disiplin ilmu.
c. Saresehan : Bertukar pikiran yang
biasa dilakukan orang awam yang bersifat sederhana dan tidak ada keputusan
tertulis yang berlaku pada masyarakat paguyuban. Simposium : Bentuk bertukar
pikiran diantara orang-orang ahli yang bersifat profesional, seperti budayawan,
filsafat, seniman, dll.
d. Konferensi : Bertukar pikiran yang
bersifat formal yang dilakukan antar organisasi yang harus menghasilkan suatu
keputusan seperti pembentukan pengurus baru dan sebagainya.
C. Unsur-unsur
Persidangan
a. Tempat/
Ruang
b. Peserta
c. Tata
Tertib
d. Sekretaris/
Notulen
e. Waktu
Persidangan
f. Perlengkapan
Persidangan
g. Pimpinan
sidang
h. Keputusan
D. Unsur-unsur
pelaksana persidangan
a. Diskusi:
·
Peserta
·
Penceramah
·
Pimpinan sidang/ moderator
·
Notulen
b. Lokakarya:
·
Peserta para Ahli dalam masalah yang
dibahas
·
Pemrasaran
·
Tim pengaruh
c. Seminar:
·
Pimpinan sidang
·
Notulen
·
Prasaran
·
Tim pembanding
E. Tugas
Pelaksana Persidangan
a. Pimpinan sidang/Moderator :
·
Sebagai
polisi lalulintas pembicaraan atau yang mengatur jalan lalu lintas pembicaraan
·
Menjelaskan
tujuan daripada sidang
·
Membuka
dan menutup jalannya sidang
·
Merangkum
dan membicarakan serta membacakan hasil sidang
b. Peserta Sidang :
·
Diundang
oleh penyelenggara sidang
·
Peserta
berbicara pemecahan masalah ( Problem Solving )
c. Notulen/Sekretaris :
·
Mencatat
yang penting dari isi pembicaraan
·
Membuat laporan hasil persidangan
F. Penggunaan
Palu
a. Ketuk
Palu satu kali :
·
Memindahkan pimpinan sidang
·
Skorsing kurang dari 15 menit
·
Putusan point demi point
b. Ketuk
palu dua kali :
·
Menutup acara
·
Skorsing lebih dari 15 menit
c. Ketuk
palu tiga kali :
·
Membuka dan Menutup sidang
·
Memutuskan ketetapan
G. Syarat-syarat
persidangan
a. Mempunyai jiwa kepemimpinan
(LeaderShip)
b. Mempunyai pengetahuan yang luas
c. Berpengalaman, bijaksana, dan
bertanggung jawab
d. Memiliki keseimbangan emosi dan sabar
H. Istilah-istilah
dalam memotong pembicaraan
a. Point of Order : Memotong pembicaraan yang
menyimpang dari topik
b. Point of Information : Memotong pembicaraan untuk memberi
informasi
c. Point of Privilage : Memotong pembicaraan yang
bersifat pribadi
d. Point of Clarification : Memotong untuk meluruskan
e. Scorsing : Menghentikan jalannya persidangan
f. Intrupsi : Memotong pembicaraan untuk
meluruskan/menyampaikan argumentasi
g. Lobbying : Untuk menyelesaikan maslah secara
langsung
Tata
Cara Persidangan
A. Ketentuan
Umum
I.
Sidang merupakan forum tertinggi dalam
pengambilan keputusan.
II.
Dalam persidangan ada beberapa agenda
yang umumnya dilakukan, yaitu:
a. Sidang
Komisi : Sidang yang membahas
rancangan keputusan dan ketetapan.
b. Sidang
Pleno : Sidang yang menghasilkan
keputusan atau ketetapan
B. Perangkat
Persidangan
III.
Perangkat Persidangan, terdiri dari :
a. Pimpinan
sidang
b. Peserta
sidang
c. Palu
sidang
d. Materi
persidangan.
IV.
Pimpinan Sidang
a.
Steering
Comite, bertugas untuk :
·
Memimpin Sidang Pleno I
·
Menyiapkan draft ketetapan-ketetapan
siding
·
Mengarahkan jalannya persidangan selama
sidang berlangsung
b.
Presidium Sidang, bertugas untuk :
·
Memimpin sidang pleno selama sidang
setelah ditetapkan sebagai pimpinan sidang oleh Steering comite
·
Menetapkan dan mengesahkan hasil
sidang-sidang komisi
c.
Pimpinan sidang pleno, bertugas
untuk meimpin sidang komisi
V.
Peserta Sidang
a. Peserta
Sidang adalah peserta penuh dan peninjau
b. Peserta
Sidang adalah peserta penuh dan peserta peninjau.
c. Peserta
penuh adalah anggota peserta utama
d. Peserta
peninjau adalah peserta selain peserta utama
e. Peserta
penuh memiliki hak suara dan hak bicara
f. Peserta
peninjau hanya memiliki hak bicara
g. Hak
dan kewajiban lain serta sanksi peserta sidang di atur dalam Tata Tertib Sidang
yang diputuskan saat persidangan.
VI.
Ketentuan
Palu Sidang
a. Ketukan 1 kali : Mengukuhkan
Kesepakatan
b. Ketukan 2 kali : Menetapkan
Keputusan, pertukaran pimpinan sidang, penundaan sidang, pencabutan penundaan
sidang
c. Ketukan 3 kali : untuk membuka dan
menutup sidang
d. Ketukan berkali – kali : untuk
menenangkan peserta sidang atau meminta
peserta memperhatikan jalannya sidang.
VII.
Materi Persidangan
a. Materi
Persidangan di siapkan sebelum persidangan
b. Materi
persidangan yang telah disiapkan disepakati oleh peserta penuh dan disesuaikan
dengan agenda sidang.
C. Mekanisme
Persidangan
VIII. Kuorum
Sidang
a. Sidang
dianggap kuorum sidang 1/2n + 1 dari jumlah peserta penuh
b. Skorsing
selama 2 x 5 menit untuk menunggu kuorum, setelah itu sidang dianggap sah.
IX.
Mekanisme Pengambilan Keputusan
a. Pengambilan keputusan sidang
dilaksanakan melalui musyawarah untuk mufakat.
b. Apabila ayat (a) tidak tercapai maka
selanjutnya dilakukan lobby dan sidang di skors selama waktu yang
ditentukan kemudian.
c. Apabila musyawarah mufakat tidak
tercapai setelah melalui mekanisme lobby maka keputusan diambil melalui voting.
X.
Mekanisme PK/ Peninjuan kembali
a. Pengajuan
PK/ Peninjauan Kembali dapat dilakukan oleh peserta sidang
b. PK/
Peninjauan kembali dapat dilakukan jika disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3
dari peserta yang hadir.
XI.
Istilah Dalam Sidang
a. Skorsing adalah memberhentikan sidang untuk
sementara waktu dengan tujuan tertentu seperti istirahat, lobby, penundaan
sidang.
b. PK/Peninjauan kembali adalah mekanisme yang digunakan untuk
mengulang kembali pembahasan/ putusan yang telah dikukuhkan.
c. Interupsi adalah memotong/menyela pembicaraan
dikarenakan ada hal-hal yang sangat penting untuk diungkapkan.
d. Jenis-jenis interupsi sebagai berikut
:
·
Point of clarification adalah interupsi untuk menjernihkan/meluruskan permasalahan
atau isi pembahasan.
·
Point of view adalah
interupsi yang digunakan untuk menyampaikan pendapat, tanggapan, usulan, saran.
·
Point of order adalah
interupsi yang digunakan untuk meminta pemimpin sidang meluruskan jalannya
sidang apabila keluar dari konteks, atau sidang dianggap janggal.
·
Point of solution adalah interupsi untuk memberikan solusi atas permasalahan yang dibahas.
·
Point of information adalah interupsi untuk memberikan informasi, baik tentang pembicaraan
yang tidak sesuai atau informasi yang berkaitan dengan kondisi yang menjadi
pokok pembahasan atau hal-hal yang dipandang urgen untuk diinformasikan.
·
Point of privilege (rehabilitation) adalah interupsi yang berfungsi untuk membersihkan
nama baik atau kehormatan seseorang/kelompok karena dipandang pembicaraan
tersebut menyimpang dari etika atau menyinggung perasaan.
·
Lobby adalah
mekanisme komunikasi antar pihak yang berbeda pendapat untuk saling berargumen
dan mengambil pendapat.
·
Voting adalah
pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak dari peserta penuh.
XII.
Alur Persidangan
a. Pembukaan
sidang oleh steering comite
b. Pembahasan
dan Penetapan tata tertib sidang
c. Pembahasan dan penetapan Agenda
Sidang
d. Pemilihan dan Penetapan Presidium
e. Pembahasan materi sidang
f. Pengambilan keputusan dan penetapan
keputusan sidang
g. Penutupan Sidang oleh Presidium.
0 komentar:
Posting Komentar